Syafa’at Di Dunia

Desember 18, 2008

Syafa’at Nabi s.a.w Di Dunia

Semua orang beriman kepada Allah dan rasul-Nya pasti akan masuk Surga, bahkan dengan iman seberat atom sekalipun. Hal tersebut merupakan janji Allah yang tidak diingkari. Namun, untuk dapat masuk surga dengan selamat tanpa singgah di neraka, orang tersebut harus mampu menyempurnakan imannya di dunia. Iman yang tidak sempurna berarti ada kotoran di dalamnya. Kotoran tersebut boleh jadi berupa dosa yang belum diampuni atau tapak tilas perbuatan maksiat yang membentuk menjadi karakter yang tidak terpuji, seperti hubbud dunya, iri, hasud, nifak dll. Apabila karakter-karakter tersebut belum mampu disucikan di dunia sehingga terbawa sampai mati, berarti orang tersebut mati dalam keadaan iman tidak sempurna. Untuk menyempurnakan imannya, berarti terlebih dahulu mereka harus dibakar dengan api neraka. Jadi orang beriman dimasukkan Neraka itu bukan untuk disiksa, tetapi disucikan imannya supaya pantas menjadi penduduk Surga.

Seandainya dengan bekal iman tersebut mereka mau berusaha mendapat syafa’at Rasul s.a.w sejak di dunia, maka mereka akan mendapatkan hidayah dan inayah dari Allah s.w.t. Itulah ‘syafa’at Nabi di dunia’, dengan hidayah dan inayah itu menjadikan manusia mampu melaksanakan kewajiban agamanya dengan baik. Dengan demikian, disamping mereka akan mendapatkan pahala dari segala kebajikan yang telah dikerjakan, juga mendapatkan syafa’at di akhirat. Itu bisa terjadi, karena setiap manusia akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan yang mereka usahakan. Allah s.w.t menegaskan dengan firman-Nya:

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى(39)وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى(40)ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الْأَوْفَى – 41

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.- Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).- Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.QS.an Najm(53)39-41)

Maksudnya, barangsiapa di dunia tidak pernah berusaha mendapatkan syafa’at Nabi s.a.w dengan jalan bertawasul kepada Beliau, berarti sedikitpun tidak akan mendapatkan syafa’at tersebut di akherat. Jika mereka itu mati dalam keadaan iman sempurna berarti akan masuk surga dengan selamat, namun jika tidak, berarti tidak ada yang dapat menolong saat mereka dimasukan neraka. Namun, tanpa syafa’at Nabi di dunia, barangkali tidak mungkin orang dapat menyempurnakan imannya sehingga dapat masuk surga dengan selamat.

Bertawasul dalam arti melaksanakan “Interaksi ruhaniah” antara seorang murid dengan guru-guru ruhaniyahnya sampai dengan kepada Rasulullah s.a.w. Tawasul tersebut dilakukan dengan tujuan untuk tercapainya kebersamaan rasa dan nuansa secara ruhaniah di saat melaksanakan ibadah kepada Allah Ta’ala. Hal itu melaksanakan perintah Allah yang dinyatakan dalam firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama-sama dengan orang yang shiddiq”. (QS.at-Taubah: 9/119)

Bersama-sama dengan orang yang shiddiq secara ruhaniyah, itulah yang dimaksud dengan interaksi ruhaniyah. Hal tersebut merupakan kondisi yang memang bisa dimungkinkan, sebagai sunnatullah yang tidak ada perubahan lagi untuk selamnya. Orang yang hidup di alam dunia, dengan matahatinya dapat berinteraksi dan berkomunikasi secara ruhaniyah dengan orang-orang yang hidup di alam barzah, karena kemungkinan itu dinyatakan Allah dengan firman-Nya:

وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang yang gugur di jalan Allah (mereka itu) mati, bahkan mereka (sebenarnya) hidup, akan tetapi kamu tidak bisa merasakan”. (QS.al-Baqoroh: 2/154)

Setiap orang melaksanakan perintah Allah berarti beribadah dan setiap ibadah yang ikhlas pasti mendapatkan pahala, maka pahala pertama yang diberikan kepada orang yang melaksanakan ‘tawasul secara ruhaniah’ adalah mendapatkan ‘rahasia syafa’at’ dari yang ditawasuli, yakni dari Rasulullah s.a.w. Rahasia syafa’at tersebut berupa kemudahan di dalam melaksanakan ibadah maupun penerimaan ibadah itu di sisi-Nya. Itulah juga yang dimaksud dengan syafa’at Nabi di dunia. Dengan syafa’at di dunia tersebut, sehingga interaksi ruhaniyah antara seorang pengikut dengan yang diikuti dapat terkondisikan dengan mudah, maka seorang salik dapat merasakan manisnya beribadah karena ibadah itu dapat dilaksanakan dengan khusu’. Amaliah tersebut menjadi ibadah yang mampu menangkis segala tipu daya setan dan dorongan nafsu syahwat serta aktifitas rasional yang melalaikan. Dengan yang demikian itu maka do’a dan munajat seorang hamba mendapatkan ijabah dari Allah Ta’ala.

Kebanyakan orang mengartikan istilah ‘mati’ di dalam ayat di atas terjebak secara leksikal yakni sebagai ‘batas perpisahan’ antara alam kehidupan dan alam kematian. Mereka mengira dengan mati itu akan dipisahkan dari apa-apa yang mereka cintai. Akibatnya, semua orang menghindari kematian. Padahal, meskipun kematian itu dihindari, apabila ajalnya sudah datang, sedikitpun tidak dapat diundur. Sesungguhnya hakekat mati itu bukan batas antara kehidupan dan kematian, akan tetapi batas antara dua alam kehidupan. Yang satu kehidupan di alam dunia dan satunya di alam barzah. Masing-masing kehidupan itu sejatinya masih berkaitan erat. Namun, oleh karena sebagian besar orang hidup di alam dunia tidak dapat merasakan kehidupan alam barzah, maka batas pergantian dua kehidupan itu dianggap oleh mereka sebagai terputusnya kehidupan atau mati.

Bagi orang yang tidak percaya kehidupan akherat, sehingga kehidupan dunianya hanya dirasakan sebagai kesenangan saja, maka saat matinya berarti akan dipisahkan dengan segala kecintaannya, dan sesudah matinya akan dipenjara di dalam siksa kubur yang diingkarinya. Hal itu bisa terjadi, karena kebebasan hidupnya sudah dihabiskan hanya untuk memperturutkan kemauan nafsu syahwat belaka, maka di alam barzah sudah tidak ada lagi kebebasan baginya.

Adapun orang yang beriman dan beramal sholeh serta yakin dengan kehidupan akherat, sehingga kehidupan dunianya hanya dijadikan sebagai perladangan untuk hari akherat, maka setelah matinya berarti memasuki saat panen. Di alam barzah itu mereka akan menuai apa-apa yang selama ini ditanam di dunia. Mereka akan memasuki kemerdekaan hidup karena selama di dunia kemauan nafsu sahwatnya dipenjarakan oleh kepentingan akherat. Di alam kemerdekan itu akan terbuka peluang baginya,—sebagai sunnatullah yang sudah ditetapkan—mereka dapat bertemu dan berkomunikasi dengan teman-temannya yang masih hidup, hanya saja sebagian besar orang yang ditemui itu tidak dapat merasakan kehadiran mereka.

Interaksi ruhaniah tersebut adalah buah ibadah—sebagai bagian dari syafa’at Nabi yang diturunkan di dunia. Ketika seorang hamba mampu meredam kemauan dan kemampuan basyariah, itu dilakukan saat dia berdzikir dan beribadah, dengan izin Allah matahati yang ada di dalam rongga dada dapat merasakan kejadian-kejadian yang tidak dapat dilihat oleh mata kepala. Allah s.w.t yang menciptakan sunnah-Nya, maka hanya Allah pula Yang Maha Kuasa untuk menciptakan perubahan sunnah itu bagi seorang hamba yang dikehendaki-Nya. Wa Allahu A’lamu.
(malfiali)

SYAFA’AT DI HARI KIAMAT

Desember 18, 2008

SYAFA’AT NABI S.A.W DI HARI KIAMAT

Tentang syafa’at di hari kiamat adalah bagian alam ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya Allah Swt. Oleh karena itu, tidak ada yang dapat membicarakan hal tersebut kecuali al Qur’an dan hadits Nabi.  Rasulullah s.a.w dalam sebuah haditsnya berikut ini membeberkan keadaan alam ghaib tersebut dengan gamblang yang artinya:

Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri r.a berkata: Bahwasanya kaum muslimin pada zaman Rasulullah s.a.w bertanya: “Wahai Rasulullah, adakah kami dapat melihat Tuhan kami nanti pada Hari Kiamat?”, Rasulullah s.a.w  bersabda: “Ya!! Adakah kamu terhalang melihat matahari pada siang hari yang cerah yang tidak ada awan? Adakah kamu terhalang melihat bulan pada malam purnama yang cerah tanpa ada awan?” Kaum muslimin menjawab: “Tidak, wahai Rasulullah”. Rasulullah s.a.w bersabda: “Kamu tidak akan terhalang melihat Allah Ta’ala pada hari kiamat sebagaimana kamu tidak terhalang melihat salah satu dari matahari dan bulan”.
Ketika hari kiamat datang, para penyeru menyampaikan pengumaman: “Setiap umat hendaklah mengikuti yang mereka sembah selama hidup di dunia”. Maka tidak ada yang tertinggal seorangpun dari mereka yang menyembah selain dari Allah, yakni dari golongan yang menyembah berhala-berhala. Mereka saling berguguran di neraka sehingga yang tinggal hanyalah orang-orang yang menyembah Allah. Mereka itu terdiri orang-orang yang baik dan orang-orang jahat serta para pembesar Ahli Kitab.
Orang-orang Yahudi dipanggil dan ditanyakan kepada mereka: “Apakah yang kamu sembah sewaktu di dunia?” Mereka menjawab: “Kami menyembah Uzair Ibnullah”. Lalu dikatakan kepada mereka: “Kamu telah berdusta. Allah tidak pernah menjadikan seorang pendamping, baik sebagai isteri maupun anak”. Mereka ditanya lagi: “Apa sekarang yang kamu inginkan?” Mereka menjawab: “Kami haus wahai Tuhanku!, berilah kami minum”. Lalu diisyaratkan kepada mereka: “Tidakkah kamu inginkan air?” Selanjutnya mereka digiring beramai-ramai ke neraka. Saat itu neraka bagi mereka tampak seperti fatamorgana, mereka saling berebut untuk mendapatkannya sehingga antara mereka saling menghancurkan kepada yang lainnya. Selanjutnya mereka bersama-sama dilemparkan ke dalam neraka.
Orang-orang Nasrani juga dipanggil dan ditanya: “Apakah yang kamu sembah sewaktu di dunia?” Mereka menjawab: “Kami menyembah al-Masih anak Allah”. Dikatakan kepada mereka: “Kamu telah berdusta!, Allah tidak pernah menjadikan seorang pendamping, baik sebagai isteri maupun anak”. Mereka kamudian ditanya lagi: “Apakah yang kamu inginkan sekarang?” Mereka menjawab: “Kami haus wahai Tuhanku, berilah kami minum”. Lalu ditunjukkan kepada mereka: “Tidakkah kamu inginkan air?”. Mereka digiring ke neraka Jahanam dan neraka seolah-olah fatamorgana bagi mereka, maka mereka saling berebut untuk mendapatkannya sehingga sebagian dari mereka menghancurkan sebagian yang lain, selanjutnya mereka dilemparkan ke dalam neraka.
Khaol AkbarYang tertinggal kemudian hanyalah orang-orang yang menyembah Allah Ta’ala. Baik dari golongan yang berbuat baik maupun berbuat jahat. Allah Swt. Tuhan sekalian alam datang kepada mereka dalam bentuk yang lebih rendah dari bentuk yang mereka ketahui, lalu berfirman: “Apakah yang kamu tunggu?” Setiap umat akan mengikuti apa yang dahulunya mereka sembah. Mereka berkata: “Wahai Tuhan kami! Di dunia, kami menghindari orang-orang yang menyusahkan kami untuk membantu penghidupannya dan kami tidak mau berkawan dengan mereka karena mereka menyimpang dari jalan yang digariskan oleh agama”. Allah berfirman lagi kepada mereka: “Akulah Tuhan kamu!” Mereka berkata: “Kami mohon perlindungan dari Allah kepada kamu, kami tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatupun untuk yang kedua kalinya atau yang ketiga kalinya”. Sehingga sebagian dari mereka telah berubah seakan-akan telah kembali berbuat kebenaran. Allah berfirman: “Apakah di antara kamu dan Allah terdapat tanda-tanda yang membuktikan bahwa kamu dapat mengenali-Nya?” Mereka menjawab: “Ya!” Lalu dibukakan kepada mereka keadaan yang menakutkan itu dan tidaklah tertinggal bagi setiap orang yang dahulu bersujud kepada Allah dengan kehendaknya sendiri kecuali mendapat izin untuk sujud kepada-Nya sedangkan orang yang dahulu sujud hanya karena ikut-ikutan dan berbuat riya’, Allah telah merekatkan sendi-sendi tulang belakang mereka menjadi satu ruas sehingga mereka tidak dapat bersujud. Setiap kali hendak bersujud, mereka hanya dapat menundukkan tengkuknya. Ketika mereka mengangkat kepala, Allah telah berganti rupa sebagaimana gambaran yang mereka lihat pada pertama kali. Allahpun berfirman: “Akulah Tuhanmu”. Mereka menjawab: “Engkau Tuhan Kami!”

Sebuah jembatan kemudian dibentangkan di atas Neraka Jahanam dan sejak saat itu syafa’at Rasul-rasul dipermaklumkan. Mereka mengucapkan: “Ya Allah, selamatkanlah kami, selamatkanlah kami”. Ditanyakan kepada Rasulullah s.a.w: “Wahai Rasulullah, apakah jembatan itu?” Rasulullah bersabda: “Ia adalah bagaikan lumpur yang licin dan juga terdapat besi berkait dan besi berduri, seperti tumbuhan berduri yang berada di Najad yang disebut Sakdan”.
Orang-orang mukmin melintasi jembatan itu. Sebagian mereka ada yang berjalan secepat kedipan mata, seperti kilat menyambar, seperti angin berhembus, seperti burung terbang dan seperti kuda atau unta yang berlari kencang. Mereka terbagi menjadi tiga kelompok; sekelompok yang selamat dengan tidak mendapat suatu rintangan apapun, sekelompok lagi selamat tetapi terpaksa menempuh banyak rintangan dan sekelompok lagi terkoyak serta terjerumus ke dalam neraka Jahanam. Terhadap keadaan kelompok pertama, Rasulullah s.a.w bersabda:

فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ بِأَشَدَّ مُنَاشَدَةً لِلَّهِ فِي اسْتِقْصَاءِ الْحَقِّ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لِلَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِإِخْوَانِهِمِ الَّذِينَ فِي النَّارِ يَقُولُونَ رَبَّنَا كَانُوا يَصُومُونَ مَعَنَا وَيُصَلُّونَ وَيَحُجُّونَ فَيُقَالُ لَهُمْ أَخْرِجُوا مَنْ عَرَفْتُمْ فَتُحَرَّمُ صُوَرُهُمْ عَلَى النَّارِ فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا قَدْ أَخَذَتِ النَّارُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ وَإِلَى رُكْبَتَيْهِ

“Maka demi zat yang menguasai diriku (Rasulullah s.a.w), tidak ada seorang pun di antara salah satu dari kalian yang lebih bersungguh-sungguh di dalam mencari kebenaran di sisi Allah dengan memberi kepedulian kepada sesama saudara mereka—yang masih berada di Neraka—yang melebihi orang yang beriman kepada Allah. Mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya dulu mereka berpuasa bersama kami, mendirikan sholat dan mengerjakan haji”. Lalu Allah berfirman: “Keluarkanlah orang-orang yang kamu kenal karena wajah-wajah mereka diharamkan atas api Neraka”. Maka banyaklah yang dapat dikeluarkan dari Neraka. Ada yang sudah terbakar hingga separuh betis dan lututnya”.

Orang-orang mukmin itu berkata: “Wahai Tuhan kami, tidakkah ada lagi yang tertinggal di dalam Neraka setelah Engkau perintahkan untuk dikeluarkan?” Allah berfirman: “Kembalilah, siapa saja yang kamu temukan yang di hatinya ada kebaikan meskipun hanya seberat satu dinar, maka keluarkanlah”. Sehingga mereka dapat mengeluarkan banyak manusia lagi. Lalu mereka berkata lagi: “Wahai Tuhan kami, kami tidak tahu apakah masih ada di Neraka seseorang yang Engkau perintahkan untuk dikeluarkan”. Allah berfirman: “Kembalilah, siapa saja yang kamu temukan di hatinya ada kebaikan meskipun hanya seberat setengah dinar, maka keluarkanlah”. Mereka dapat mengeluarkan banyak lagi manusia. Setelah itu mereka berkata lagi: “Wahai Tuhan kami, kami tidak tahu, apakah di sana masih ada seseorang yang Engkau perintahkan untuk dikeluarkan”. Allah berfirman: “Kembalilah, siapa saja yang kamu temukan di dalam hatinya terdapat kebaikan meskipun hanya seberat zarrah, maka keluarkanlah”. Bertambah banyak lagi orang yang dapat dikeluarkan. Kemudian mereka berkata lagi: “Wahai Tuhan kami, kami tak tahu adakah di sana masih ada pemilik kebaikan?” Sesungguhnya Abu Said al-Khudri r.a berkata: “Jika kau tak mempercayaiku mengenai Hadits ini, maka bacalah QS. an-Nisa’ Ayat 40:

( إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا )

Yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada seseorang walaupun sebesar zarah dan jika ada kebaikan sebesar zarah, niscaya Allah akan melipatgandakan serta memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar”.

Allah Swt. berfirman: “Para Malaikat telah meminta syafa’at, para nabi telah meminta syafa’at dan orang-orang mukmin juga telah meminta syafa’at. Yang tertinggal hanyalah Zat Yang Maha Penyayang di antara semua yang penyayang”. Lalu Allah mengambil dari Neraka dan mengeluarkan sekelompok orang yang sama sekali tidak pernah berbuat kebaikan. Mereka telah menjadi arang. Mereka dilempar ke sebuah sungai di pintu Surga, yang disebut Sungai Kehidupan. Selanjutnya mereka keluar seperti tunas kecil yang keluar setelah terjadi banjir. Bukankah kamu sering melihat tunas-tunas kecil di celah-celah batu atau pohon? Bagian yang terkena sinar matahari akan berwarna sedikit kekuningan dan hijau, sedangkan yang berada di bawah tempat teduh akan menjadi putih? Para Sahabat berkata: “Wahai Rasulullah seakan-akan engkau pernah menggembala di gurun pasir”. Rasulullah s.a.w meneruskan sabdanya: “Lalu mereka keluar bagaikan mutiara dan di leher mereka terdapat seuntai kalung sehingga para ahli Surga dapat mengenali mereka. Mereka adalah orang-orang yang dibebaskan oleh Allah dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga dengan tanpa amalan yang pernah mereka kerjakan dan juga tanpa kebaikan yang pernah mereka lakukan”.
Allah berfirman: “Masuklah kamu ke dalam Surga, dan apa-apa yang kamu lihat adalah untukmu”. Mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, Engkau telah berikan kepada kami pemberian yang belum pernah Engkau berikan kepada seorangpun di antara orang-orang di seluruh alam”. Allah berfirman: “Di sisi-Ku masih ada pemberian lagi untuk kamu yang lebih baik daripada pemberian ini”. Mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, apa lagi yang lebih baik daripada pemberian ini?”. Allah berfirman: “Ridla-Ku, lalu Aku tidak akan memurkai kamu setelah itu untuk selama-lamanya”.
1.    Riwayat Bukhari di dalam Kitab Iman hadits nomor 21
2.    Riwayat Muslim di dalam Kitab Iman hadits nomor 269
3.    Riwayat Tirmidzi di dalam Kitab Sifat Surga hadits nomor 2478
4.    Riwayat Nasa’i di dalam Kitab Pelaksanaan hadits nomor 1128
5.    Riwayat Ad Darimi di dalam Kitab Meminta Simpati hadits nomor 2696.

*) Hadits Nabi di atas menyimpan beberapa rahasia kaitan tawasul.

  1. Meski yang berhak memberikan syafa’at hanya Rasulullah Muhammad s.a.w, namun para pelaksana  pemberian syafa’at tersebut ternayata bukan Beliau sendiri malainkan dari umatnya yang telah memberikan kepedulian kepada saudaranya sesama orang beriman.
  2. Orang-orang yang mampu menyelamatkan saudara seimannya yang terlanjur masuk neraka, tidak lain adalah guru-guru mursyid thoriqoh yang suci lagi mulai. Adapun orang-orang yang diselamatkan adalah murid-muridnya yang mau bertawasul kepada mereka. Oleh karena selama hidupnya mereka telah menyelamatkan murid-murid itu dari perbuatan maksiat dan dosa, hal itu mereka lakukan sebagai bentuk ibadah secara horizontal, maka disamping mereka masuk surga dengan selamat, juga mendapatkan hak untuk memberikan syafa’at kepada murid-murid tersebut yang terlanjur terpeleset di neraka. Selain mereka tidak mampu melakukan hal itu. Fenomena membuktikan, hanya orang suci itu yang mampu meneladani perilaku Rasulullah s.a.w. Sampai sekarang kita bisa melihat hasil karya mereka. Guru mursyid yang suci itu, bekerja sama dengan para sahabatnya yang terdari dari para Habaib yang mulia, terbukti berhasil membangun komunitas manusia dalam naungan panji-panji persaudaraan fillah dan rahmatan lil alamin. Beliau mengumpulkan orang banyak itu bukan supaya mereka memilih dirinya menjadi pejabat atau wakil pejabat sebagaimana marak dilakukan orang belakangan ini, tetapi untuk dibimbing menjadi orang yang kenal  kepada dirinya sendiri dan kenal kepada Tuhannya, menjadi hamba -hamba yang cinta dan ma’rifat kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Semoga Allah Ta’ala meridhoi mereka dan memberikan keberkahan kepada kita semua. (malfiali)

RIWAYAT PENULIS

Desember 11, 2008

RIWAYAT PENULIS

muhammad-luthfi-ghozali

muhammad-luthfi-ghozali

Kyai Muhammad Luthfi Ghozali, lahir di Gresik Tahun 1954. Sejak terpaksa harus droup out dari pendidikan formal, pertengahan kelas II SMP Darul Ulum Jombang tahun 1971, hal itu disebabkan karena orang tuanya tidak mampu lagi membiayai kebutuhan hidup di Ponpes tersebut, penulis mulai melanglang buana untuk belajar hidup mandiri. Untuk tujuan tersebut, pertama penulis belajar jahit menjahit, sehingga th 1973 pernah membuka usaha perjahitan di Bogor dan 1978 di Situbondo. Selanjutnya dunia jahit menjahit itu ditinggalkan dan beralih belajar usaha dagang, sehingga sejak tahun 1979 sampai 1993 beliau menjadi seorang pengusaha dari tingkat menengah ke bawah boleh dibilang sukses.

Namun sejak tahun 1994, kegiatan usaha dan dagang tersebut benar-benar dikalahkan oleh orientasi ruhaniah yang didapat dari perjalanan panjang dan pengalaman spiritual hidupnya sehingga kemudian secara total beliau meninggalkan usahanya dan beralih mengabdi kepada masyarakat dengan wadah Ponpes AL-FITHRAH Gunungpati yang diasuhnya sampai sekarang. Di antara laku yang paling disukai penulis, bahkan sejak beliau duduk di kelas 5 SD adalah mengadakan perjalanan ruhani yang dipadukan antara mujahadah, riyadhah dan perjalanan spiritual antara kuburan yang satu kepada kuburan yang lain, sebelum kemudian mengikuti thoriqoh Qodiriyah Wan Naqsabandiyah Al-Utsmaniyah dengan mengikuti bai’at kepada al-`Alamah, al-‘Arif billah, Asy-Syekh Ahmad Asrori Al-Ishaqi r.a. Seorang mursyid thoriqoh Qadiriyah wa Naqsyabandiyah al Utsmaniyah, meneruskan gurunya yang juga bapaknya, Asy-Syeikh Muhammad Utsman al-Ishaqi r.a. Dibawah kepemimpinannya thoriqoh itu kini telah berkembang pesat, umumnya di Indonesia terutama di Jawa tengah.

Kyai Muhammad Luthfi Ghozali, disamping sebagai salah satu Imam Khususi di dalam thoriqoh tersebut, beliau juga ahli dalam bidang meditasi Islam, sebagaimana yang diadakan setiap tahun setiap tanggal satu bulan rajab selama 40 hari. Mujahadah dan riyadhah yang diikuti para jama`ah baik santri pesantren maupun masyarakat umum. Disamping itu pula, setiap waktunya beliau juga melayani para tamu yang datang di ponpes untuk sekedar berdiskusi mengenai tasawuf, bahkan ia juga melayani umat dengan metode “charge ruhani” guna merecovery ruhani, maupun terapi non-medik secara kuratif maupun preventif. Banyak pasien dari segala penjuru datang untuk mondok guna menyembuhkan penyakitnya, baik penyakit ekonomi, penyakit akibat gangguan jin, penyakit akibat kecanduan Narkoba maupun penyakit lainnya.

Beliau juga aktif dalam berbagai seminar dan tergolong produktif menulis diberbagai media lokal dan nasional. Perhatiannya pada umat telah menghasilkan beberapa buku yang telah diterbitkan oleh penerbit ABSHOR Hidmah dan ibadaH. Buku-buku tersebut di antaranya, Tawassul, Ilmu Laduni, Lailatul Qadr di Luar Ramadhan, Khalifah Bumi, Ruqyah, Syarah al-Hikam, Lembayung Senja dan lain sebagainya. Penerbit ABSHOR Hidmah dan ibadaH merupakan badan usaha yang dikelola oleh komunitas Pondok Pesantren as Salafi al Fithrah, Sumurrejo, Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia dimana beliau adalah sebagai pengasuh ponpes tersebut.

SERI MENGUAK DUNIA JIN

Desember 9, 2008

SERI MENGUAK DUNIA JIN JILID 1

MNGUAK

RUQYAH dampak dan bahayanya
Karya: MUHAMMAD LUTHFI GHOZALI
Halaman. xxiv + 238. Ukuran.10×15

Harga : Rp 25 000,- Diskon 30% (belum ongkos kirim)


Buku ini ditulis saat masih marak-maraknya pelaksanaan ruqyah yang dilaksanakan oleh beberapa kalangan. Ruqyah tersebut dilakukan dengan berlebih-lebihan bahkan ditayangkan dalam beberapa media TV dengan judul “Kehebatan Ruqyah”. Sehingga saat itu timbul imege di masyarakat, seakan-akan tidak ada lagi amalan yang lebih hebat daripada ruqyah. Ruqyah yang sedang marak itu, yang oleh sebagaian kalangan dikatakan sebagai sarana untuk mengeluarkan jin dari dalam tubuh manusia, oleh penulis ternyata dianggap sebaliknya. Penulis beranggapan ruqyah tersebut justru membantu dan mempermudah jin untuk menguasai kesadaran manusia dan bahkan dapat berdampak membahayakan bagi kelangsungan hidup manusia. Berangakat dari ilmu dan pengalaman penulis yang kebetulan kegiatan kesehariannya disamping sebagai pengasuh pondok juga menangani pasien orang kesurupan dan terkena penyakit jin, setelah penulis melihat tayangan ruqyah di TV, dengan serta merta penulis menulis buku ini. Buku setebal hampir 400 halaman ini(saat itu belum dipecah menjadi tiga jilid) berhasil dirampungkan hanya dalam waktu 30hari. Hal itu semata-mata karena terdorong oleh kepedulian penulis kepada masyarakat.
Terhadap pelaksanaan ruqyah tersebut, bukan dalil-dalilnya yang perlu diteliti kembali, tapi pelaksanaannya yang sedang marak. Yakni sekelompok orang membacakan ayat-ayat suci al-Qur’an al-Karim kepada orang-orang yang sadar kemudian sebagian mereka menjadi kesurupan jin, para pendengar itu muntah-muntah serta kencing di tempat. Mereka mengatakan perbuatan itu adalah ruqyah sebagaimana yang dibenarkan oleh Nabi SAW. Orang yang asalnya sadar, dibacakan al-Quran menjadi kesurupan jin, mengapa hal seperti itu dikatakan mengobati?. Kalau ruqyah tersebut mengobati, bukankah seharusnya orang yang sedang tidak sadar diruqyah menjadi sadar, bukan sebaliknya? Dengan dilandasi pengalaman panjang serta dalil-dalil yang cukup, maka tertulislah buku ini.
Selama kurun waktu 2 tahun ini, banyak pembaca buku tersebut datang ke Ponpes untuk menemui penulis. Sebagian mereka menyadari kesalahnya dan sebagain lagi mengajak berdialog. Disamping itu juga, ada yang datang dari jauh-jauh untuk memperdalam ilmu yang sudah dibaca. Alhamdulillah para pendatang itu pulang dengan hati puas. Untuk memudahkan para pembacanya, buku yang asalnya satu tersebut dipecah menjadi tiga jilid. Masing-masing jilid dengan judul yang berbeda. Di dalam buku tersebut, ada pembahasan yang lebih penting daripada pembahasan tentang ruqyah, yakni tentang penyakit pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh kesurupan jin. Tentang penyakit tersebut penulis telah membeberkan dalam buku ini dengan gamblang sekaligus cara pencegahan dan menanggulangannya. Untuk itu, meski pelaksanan ruqyah sekarang ini sudah tidak semarak dahulu, buku ini tetap penting dibaca. Mengapa demikian? karena sepanjang kehidupan manusia masih ada, penyakit yang ditimbulkan oleh gangguan jin itu masih tetap mengancam siapa saja.
Buku ini terdiri dari beberapa bab dan sub bab sebagai berikut

BAB PERTAMA : “RUQYAH” BUKAN MENGELUARKAN JIN DARI TUBUH MANUSIA TETAPI JUSTRU MEMBANTU MEMASUKKANNYA
· ALASAN PERTAMA : Menjual Ayat Dengan Harga Murah
· ALASAN KEDUA : Beramal Tanpa Bimbingan Guru
· ALASAN KETIGA : Membaca Dalam Keadaan Lalai
· ALASAN KEEMPAT : Sihir Jin Yang Ditiupkan
· ALASAN KELIMA : Ancaman Yang Mengelilingi
· ALASAN KEENAM : Jin Mana Yang Akan Dikeluarkan Dari Tubuh Manusia……?

BAB KEDUA : TIGA HAL YANG MENJADIKAN PENYEBAB JIN DAPAT DENGAN MUDAH MENGUASAI KESADARAN MANUSIA
· MANUSIA KESURUPAN JIN
· Dosa Syirik Adalah Dosa Yang Tidak Diampuni

TIGA SEBAB YANG DAPAT MERUSAK PENJAGAAN MALAIKAT ATAS MANUSIA
· SEBAB PERTAMA : Memasuki Atau Merusak Habitat Jin Dengan Cara Yang Tidak Benar
· SEBAB KEDUA : Karena Rasional Dalam Keadaan Tidak Berdaya Menghadapi Realita Sehingga Emosional Dominan Menguasai Jalan Hidup Manusia
· SEBAB KETIGA : Karena Kondisi Manusia Lemah, Baik Dhohir Maupun Batin Akibat Terlalu Sering Diperdaya Makhluk Jin, Selanjutnya Manusia Dimasuki Jin Qorin.

SERI MENGUAK DUNIA JIN JILID 2

MNHGUAK


Penyakit yang Ditimbulkan Akibat Gangguan Jin
Karya: MUHAMMAD LUTHFI GHOZALI
Halaman xxii + 202. Ukuran 10×15

Harga : Rp 25 000,- Diskon 30% (belum ongkos kirim)


Diantara jenis penyakit pada tubuh manusia yang diakibatkan gangguan jin ada yang disebut penyakit ‘Ain (atau penyakit yang diakibatkan pandangan mata orang jahat dan hasud). Rasulullah SAW. mengabarkan di dalam hadisnya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah SAW. berkata: Rasulullah SAW. bersabda: Penyakit ‘Ain; Penyakit akibat pandangan mata adalah benar . HR Bukhori Dan Muslim.
Diriwayatkan dari Aisyah berkata: Rasulullah SAW. pernah menyuruhnya supaya membaca jampi (ruqyah) untuk mengelak dari penyakit ‘Ain . HR Bukhori dan Muslim.
Penyakit ‘Ain adalah jenis penyakit dimensi jin yang timbul akibat sorot mata orang yang hasud dan benci kepada orang lain. Dengan media sorot mata kebencian itu jin menyusupkan tehnologinya kepada orang yang dipandang sehingga orang tersebut menjadi sakit.
Bentuk fisik penyakit ini berbentuk “angin dimensi jin” yang dimasukkan jin ke dalam tubuh manusia. Jika angin jin itu terlanjur masuk, maka orang yang terkena akan merasakan sakit di seluruh tubuhnya. Sumber sakit itu tidak tentu arahnya dan kadang-kadang berpindah tempat. Ketika orang yang sakit itu berobat secara medis, dokter tidak menemukan tanda-tanda penyakitnya. Khusus bagi kaum hawa, biasanya pusat rasa sakit tersebut ada di rahim dan payudara. Jika sumber penyakit tersebut tidak segera terobati, maka dari sebab penyakit dimensi jin itu bisa jadi akan timbul penyakit kanker dan tomor.
Yang lebih berbahaya lagi, dengan gejala sakit seperti itu, melalui para dukun dan para tukang ramal, setan jin mengembangkan fitnah kepada manusia. Penyakit tersebut dikatakan santet atau sihir. Oleh karena itu, penyakit ini menjadi sangat berbahaya dalam beberapa hal. Pertama, kualitas penyakit itu akan mengikuti kualitas kejahatan orang yang melihat. Dua, sangat rentan menimbulkan fitnah, karena penyakit itu sangat berkaitan erat dengan urusan orang yang melemparkan pandangan kepada orang yang sakit. Hal itu bisa terjadi, karena ketika dukun yang menangani orang sakit itu melihat dengan kekuatan hayalnya, maka yang tampak dalam bayangan hayal itu adalah orang yang melempar pandang kepada orang yang sakit itu. Dalam keadaan seperti itu, dukun tersebut menyimpulkan bahwa yang menyantet si pasien itu adalah orang yang bayangannya tampak di dalam penglihatan hayal tersebut. Ini juga merupakan tipudaya jin. Dengan tipudaya seperti itu, maka terjadilah sumber fitnah diantara manusia. Demikian itu sekilas bahasan yang dapat kita baca dalam buku ini. Buku ini terdiri dari beberapa bab dab sub bab sebagai berikut.

BAB KETIGA : PENYAKIT MANUSIA YANG DITIMBULKAN AKIBAT GANGGUAN MAKHLUK JIN
· PENYAKIT PADA TUBUH MANUSIA
· PENYAKIT PADA KESADARAN MANUSIA
· PENYAKIT DALAM HATI MANUSIA
· SUMBER SEGALA PENYAKIT HATI
· APAKAH MANUSIA DAPAT MELIHAT JIN?

BAB KEEMPAT : LIMA TAHAP YANG HARUS DILEWATI JIN UNTUK MENGUASAI KESADARAN MANUSIA
· TAHAP PERTAMA : Sunnah Yang Terfasilitasi
· TAHAP KEDUA : Dengan Suara Yang Ditusukkan Dalam Wilayah Kesadaran
· TAHAP KETIGA : Ditarik Masuk Ke Dalam Dimensi Alam Jin
· TAHAP KEEMPAT : Jin Bersekutu Dengan Manusia Dalam Urusan Harta Dan Anak
· Sejak Kapan Jin Bersekutu Dengan Manusia Di Dalam Urusan Keturunan…?
· HIKMAH DAN RAHASIA AQIQOH
· PENDIDIKAN ANAK SECARA ISLAMI
· TAHAP KELIMA : Memberikan Janji Bohong
· Serba Serbi Dunia Jin Di Seputar Jasad Manusia

Harga : Rp 25 000,- Diskon 30% (belum ongkos kirim)

Cuplikan Dari buku menguak dunia jin jld 2

Apakah Manusia Bisa Melihat Jin…..?

Jika yang dimaksud melihat Jin dalam arti melihat dengan mata kepala maka manusia tidak dapat melakukannya, Allah Ta’ala menegaskan hal tersebut dengan firman-Nya:

إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ

Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. QS:7/27.

Demikian pula yang dinyatakan Ibnu Abbad r.s dalam sebuah hadis Nabi s.a.w. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. berkata:

مَا قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْجِنِّ وَمَا رَآهُمُ

Yang artinya: Rasulullah saw tidak membacakan al-Quran kepada jin dan tidak pula melihat mereka.

Kisahnya sebagai berikut: Suatu saat ketika baginda Nabi saw. dalam perjalanan bersama para Sahabat ra. menuju pasar Ukaz, tepat pada saat itu, antara syaitan jin dan berita dari langit sedang dihalangi dan mereka dilempari dengan panah berapi. Maka merekapun kembali kepada kaum mereka, dan mereka berkata : Antara kami dan berita dari langit telah dihalangi dan kami dilempari dengan panah berapi. Kaum mereka berkata : pasti telah terjadi sesuatu yang luar biasa di muka bumi, coba pergilah menyebar ke bumi, baik di sebelah timur maupun baratnya, carilah apa menjadi penyebabnya, sehingga antara kita dan berita dari langit menjadi terhalang. Mereka pun pergi ke bumi di sebelah timur dan baratnya. Dan diantara mereka ada yang menuju arah Tihamah yaitu mengikuti arah perjalanan Nabi saw. bersama para sahabat ra. Saat itu Baginda Nabi saw sedang berada di bawah pohon kurma dalam perjalanan menuju ke pasar Ukaz dan Baginda Nabi saw. sedang melaksanakan sholat Subuh bersama para Sahabat. Ketika mereka (sekelompok jin) itu mendengarkan al-Quran dibaca, mereka memerhatikannya dan berkata : Inilah yang menjadikan kita terhalang dengan berita dari langit. Maka merekapun kembali kepada kaum mereka lalu berkata: Wahai kaumku :

( إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا )

Yang artinya: Sesungguhnya aku telah mendengar bacaan yang mengagumkan, yang dapat menunjukkan kita kepada kebenaran, maka aku beriman kepadanya dan tidak akan menyekutukan Tuhanku dengan siapapun. Maka Allah SWT. menurunkan kepada nabi-Nya Muhammad saw dengan firman-Nya:

( قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ )

Yang artinya: Katakanlah, telah diwahyukan kepadaku, bahwasanya sekumpulan jin telah mendengar bacaan al-Quran

1.    Riwayat Bukhori di dalam Kitab Azan Hadits Nomor 731
2.    Riwayat Muslim di dalam Kitab Sholat Hadits Nomor 681
3.    Riwayat Tirmidzi di Dalam Kitab Tafsir Al-Qur’an Hadits Nomor 3245-3247.

Jika yang dimaksud melihat jin dalam arti mengenali, maka untuk hal tersebut orang tidak harus menggunakan mata kepala. Orang bisa mengenali suatu benda dengan indera yang dimiliki, dengan penciuman atau pendengaran, asal dengan itu orang tersebut dapat mengenali sesuatu maka boleh dikatakan ‘rukya’ atau melihat. Semisal orang buta mampu mengenali uang kertas, padahal dia tidak pernah melihat uang itu dengan matanya. Dengan mencium orang dapat mengenali kwalitas tembakau, dan dengan mendengar orang dapat mengenali seseorang melalui suaranya. Orang bisa mengenali suara, tetapi suara itu tidak dapat dilihat dengan mata kepala melainkan didengarkan dengan indera pendengaran. Meski hanya dengan pendengaran, ketika seseorang dapat mengenali suatu benda, maka orang itu berarti mengenali benda tersebut.

Seperti orang makan salak secara terus-menerus sehingga menjadi tahu dengan persis bahwa salak yang dimakan itu salah pondoh, orang tersebut berarti orang yang kenal salak pondoh. Bahkan semakin ahli, semakin itu pula dia dapat mengetahui dengan tepat terhadap segala jenis-jenis salak secara spesifik. Melihat jin itu tidak harus dengan mata kepala, yang pasti jin itu ada, jin melihat manusia tetapi manusia tidak dapat melihat jin. Kehidupan jin itu dekat dengah kehidupan manusia, hanya saja manusia tidak dapat merasakannya. Demikianlah yang dinyatakan Allah dengan firman-Nya.

Oleh karena alam jin adalah alam yang ghaib bagi indera lahir manusia, untuk mengenalinya, maka dengan indera yang lahir itu seorang hamba wajib mengimani apa-apa yang disampaikan oleh Allah Ta’ala dengan wahyu-Nya. Ketika alam jin dinyatakan Allah Ta’ala dengan firman-Nya, maka kewajiban manusia harus mengimaninya, selanjutnya, dengan kemampuan imaginasi yang ada manusia harus bersungguh-sungguh mengadakan penelitian dengan cara yang benar, hasilnya, dengan ilmu Allah dan izin-Nya manusia akan dibukakan penutup matanya sehingga mereka mendapatkan sesuai yang diharapkan. Ketika Allah SWT. berfirman:

وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحِجْرًا مَحْجُورًا- الفرقان:25/53

Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi. QS:25/53.

Maka manusia harus mengimani firman Allah Ta’ala itu, karena hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui keadaan makhluk-Nya. Menurut ayat diatas, alam manusia bagaikan samudera dan alam jin juga bagaikan samudera, namun antara keduanya dibatasi oleh barzah atau ruang waktu dan dinding-dinding yang membatasi. Maksudnya, alam manusia adalah suatu dimensi dan alam jin juga merupakan suatu dimensi, namun masing-masing dimensi itu dibatasi oleh dimensi lain pula. Seperti alam mimpi adalah dimensi dan alam jaga juga merupakan dimensi, namun masing-masing tersebut dibatasi oleh dimensi yang lain yaitu alam tidur. Alam tidur dikatakan sebagai pembatas antara alam sadar dengan alam mimpi, karena tidak semua orang tidur pasti bermimpi, hal ini membuktikan bahwa alam tidur berbeda dengan alam mimpi.

PENAMPAKAN YANG MENGHANTUI HAYAL MANUSIA

gambar-jin1

gambar jin ?

Ketika seseorang mendapatkan penampakan, baik sebagai buah wirid dan mujahadah yang mereka lakukan atau karena ingatannya sedang sakit, mereka mengira, penampakan-penampakan itu merupakan bentuk jin yang asli, padahal sesunguhnya bukan, karena tidak ada yang dapat mengetahui bentuk jin kecuali hanya Allah Ta’ala. Penampakan-penampakan tersebut hanyalah bentuk gambar (visual) yang ditusukkan jin ke dalam alam hayal manusia, hal itu bisa terjadi, karena orang tersebut sebelumnya telah menghayal jin sesuai dengan hayalannya sendiri. Oleh karena itu, apabila orang-orang yang mendapatkan penampakan itu sebelumnya menghayal jin dalam bentuk putih-putih maka penampakan yang muncul berupa gambar putih-putih, jika mereka membanyakan jin dalam gambaran hitam-hitam maka penampakan yang muncul berupa hitam-hitam. Penampakan-penampakan itu sesungguhnya hanyalah hasil sihir jin dengan mengambil hayalan manusia kemudian dibentuk menjadi visual dan dimasukkan kembali ke dalam bilik hayal manusia tersebut. Dalam kaitan ini banyak orang ahli wirid dan mujahadah terperangkap di dalam tipudaya setan jin. Terlebih lagi ketika penampakan itu kemudian mengeluarkan suara dan mengaku sebagai ruh wali, maka ahli wirid itu menghadapi jebakan setan jin yang sangat mematikan. Sedikit demi sedikit mereka akan dijadikan orang sombong, karena merasa mempunyai kelebihan di atas orang lain.

Orang tidak dapat melihat jin karena mata lahirnya sedang ditutupi, atau karena sorot pandangnya sedang terhalang oleh hijab-hijab basyariah. Ketika hijab-hijab itu dihapus sehingga penutupnya menjadi terbuka, hal ini bisa terjadi sebagai buah ibadah yang dijalani, maka dengan izin-Nya manusia dapat merasakan keberadaan jin. Allah telah mengisyaratkan hal tersebut dengan firman-Nya:

لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ

“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”. QS:50/22.

Walaupun seandainya manusia dapat melihat jin karena sorot matanya telah menjadi tajam sehingga tembus pandang dan ketika ternyata bentuk jin itu tidak sama dengan segala bentuk yang ada di dunia, dapatkah  orang tersebut mencontohkannya kepada orang lain di dunia…? Ketika pandangan mata manusia telah menjadi tembus pandang karena penutupnya telah dibuka, berarti saat itu manusia tidak melihat dengan mata lahir melainkan dengan mata batin atau matahati, karena hanya dengan matahati itu seseorang dapat melihat alam yang dighaibkan terhadap mata dhohir. Keadaan yang dilihat oleh matahati , sebagaimana yang disebutkan di atas, dapatkah hal tersebut diperlihatkan kepada orang lain melalui mata lahirnya? Tentunya tidak bisa,  keadaan itu seperti orang dapat mengenali suara dengan indera pendengaran, dapatkah suara itu kemudian dikenalkan kepada orang lain melalui indera penciuaman, semata-mata karena indera pendengaran orang tersebut sedang dalam keadaan rusak….?

Walhasil, apa saja yang dapat dicontohkan oleh manusia tentang bentuk jin melalui gambar-gambar yang dapat dilihat oleh mata lahir manusia yang lain, sesungguhnya itu hanyalah kebohongan belaka, baik kebohongan yang disebarkan oleh jin terhadap manusia yang dapat dibohongi maupun oleh manusia yang memang pekerjaannya suka berbuat kebohongan. Sesungguhnya bentuk asli jin itu tidak mungkin dapat dilihat manusia dengan panca inderanya melainkan hanya dapat dilihat dengan indera batin yang disebut matahati. Hanya Allah Ta’ala Yang Maha Mengetahui kepada segala ciptaan-Nya. ( Uraian dalam tulisan ini masih banyak hal yang disampaikan secara rahasia karena menyangkut hal yang memang harus dirahasiakan, oleh karena itu diharapkan para pembacanya tidak serta merta memperdalam kecuali dengan bimbingan ahlinya, malfiali)

PENYAKIT AKIBAT GANGGUAN JIN

Sebagai dampak kesurupan jin, pasca kesurupan itu orang tersebut bisa kejangkitan penyakit jin atau yang disebut penyakit non medis. Apabila penyakit jin ini menyerang wilayah kesadaran, berarti orang tersebut menjadi hilang ingatan atau gila. Apabila menyerang jasad berarti orang tersebut terkena penyakit jin. Penyakit jin yang menyerang jasad ini bentuk wujudnya berupa angin dimensi jin. Angin itu masuk ke badan manusia kemudian menempel di salah satu bagian organ tubuhnya. Apabila menyerang kaum ibu, kedudukan angin jin tersebut seringkali menempel di bagian payudara dan rahim. Ibarat tanah liat ketika dibakar akhirnya menjadi batu bata, maka seperti itu pula ketika makhluk jin yang asal kejadiannya api itu tinggal di dalam jasad manusia yang asal kejadiannya tanah, maka anggota tubuh yang ditempeli itu terbakar sehingga mengeluarkan reaksi. Awalnya mengeluarkan lendir, kemudian lendir itu menjadi darah lalu menjadi segumpal daging. Ketika dampak angin jin itu sudah berbentuk daging, apabila dideteksi secara medis, maka gejala sakit itu di-indikasikan sebagai tumor atau kanker, bahkan merupakan tumor atau kanker ganas dalam arti ketika daging penyakit itu diangkat menyebabnya seketika menjalar ke tempat lain. Maka orang yang terkena tumor atau kanker yang penyebabnya benda jin ini meski berkali-kali tumornya diangkat secara medis, sakitnya tidak kunjung sembuh, bahkan semakin membahayakan karena sumber tumor tersebut malah berkembang biak.

Gejala awal, orang yang terkena penyakit jin ini sekujur tubuhnya terasa sakit, bahkan terkadang sumber sakitnya berpindah-pindah tempat. Seperti ada angin yang berjalan di sekujur tubuh. Tanda-tanda kalau sakit tersebut akibat benda jin, ketika orang yang sakit itu diperiksakan secara medis, dokter yang memeriksa tidak menemukan penyebabnya. Dokter yang satu mengatakan sakit ini dan dokter yang lain mengatakan sakit yang lain pula. Ketika penyakit tersebut diobatkan ke dukun, maka dukun itu seringkali menvonis sebagai terkena sihir atau santet, padahal orang sakit seperti tersebut tidak selalu akibat disantet orang. Bahayanya lagi apabila yang dituduh berbuat santet itu kerapkali disebutkan oleh dukun itu secara jelas. Akibatnya, usaha pengobatan melalui dukun itu kerapkali tidak menjadikan orang yang sakit menjadi sembuh, bahkan malah menyebabkan timbul fitnah berkepanjangan dan berbuntut menjadi permusuhan yang tiada henti.

Secara ilmu agama, penyakit yang penyebabnya angin jin itu memang ada dan terkadang hasil ulah manusia dengan memanfaatkan fasilitas yang ada pada dimensi jin. Manusia bekerja sama dengan jin yang lazim dikatakan santet atau sihir. Dari dahulu sihir itu memang ada dan bahkan Rasulullah s.a.w. pernah terkena sihir yang dilakukuan oleh orang Yahudi. Sebagaimana yang telah dikabarkan oleh sebuah hadits.

Diriwayatkan dari Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw pernah disihir oleh orang Yahudi dari Bani Zuraiq yang bernama Labid bin al-A’sham sehingga Rasulullah saw merasakan seolah-olah berbuat sesuatu yang bukan perbuatannya. Pada suatu hari atau suatu malam Rasulullah saw berdoa dan terus berdoa, kemudian beliau bersabda: Wahai Aisyah, apakah engkau merasa bahwa Allah telah memberiku pertunjuk mengenai apa yang aku mohonkan kepada-Nya ? Dua Malaikat telah datang kepadaku. Salah satunya duduk di samping kepalaku dan yang satu lagi duduk dekat kakiku. Malaikat yang berada di samping kepalaku berkata kepada Malaikat yang berada dekat kakiku atau sebaliknya:

مَا وَجَعُ الرَّجُلِ قَالَ مَطْبُوبٌ قَالَ مَنْ طَبَّهُ قَالَ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ قَالَ فِي أَيِّ شَيْءٍ قَالَ فِي مُشْطٍ وَمُشَاطَةٍ وَجُفِّ طَلْعَةِ ذَكَرٍ قَالَ فَأَيْنَ هُوَ قَالَ فِي بِئْرِ ذِي أَرْوَانَ , قَالَتْ : فَأَتَاهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أُنَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ ثُمَّ قَالَ :  يَا عَائِشَةُ وَاللَّهِ لَكَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ وَلَكَأَنَّ نَخْلَهَا رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ

Yang artinya: Apa sakit orang ini ? Yang ditanya menjawab: Tersihir. Seorang lagi bertanya: Siapakah yang menyihirnya ? Yang satu lagi menjawab: Labid bin al-A’sham Salah seorang bertanya: Di manakah sihir itu ditempatkan ? Yang satu lagi menjawab: Pada sisir dan rambut yang jatuh pada sisir serta simpul yang dibuat dari akar kurma jantan. Salah satunya bertanya : Di manakah benda itu diletakkan ? Yang satu lagi menjawab: Di dalam telaga Zu Arwan. Aisyah ra meneruskan : Lalu Rasulullah saw pergi ke telaga tersebut bersama-sama para Sahabat. Kemudian baginda bersabda: Wahai Aisyah demi Allah, seakan-akan air telaga itu berwarna kuning kemerah-merahan dan akar-akar kurma yang ada di situ bagaikan kepala-kepala syaitan. Aku (Aisyah) bertanya: Ya Rasulullah, mengapakah engkau tidak membakar saja benda itu ? Rasulullah saw menjawab: Tidak. Mengenai diriku, Allah telah berjanji akan menyembuhkanku dan aku tidak suka membuatkan orang banyak menjadi resah, oleh karenanya aku menyuruh menanamnya.

·    Riwayat Bukhari di dalam Kitab Pengobatan hadits nomor 5324.
·    Riwayat Muslim di dalam Kitab Salam hadits nomor 4059.
·    Riwayat Ibnu Majah di dalam Kitab Pengobatan hadist nomor 3535.

Penyakit non medis itu memang terkadang akibat disihir orang jahat, namun juga terkadang akibat orang kesurupan jin. Apabila kita menemukan gejala sakit sebagaimana disebutkan di atas, maka sebaiknya kita tidak hanya melakukan upaya pengobatan secara medis saja, namun juga secara non medis. Dalam arti memeriksakan sakit tersebut kepada ahlinya. Banyak hal yang bisa menyebabkan orang terkena penyakit non medis. Tidak hanya dari dimensi jin saja, namun juga terkadang dari akibat pola pikir yang tidak sehat. Yang asalnya pola pikir tidak sehat, ketika terjadi ketidakseimbangan antara emosional, rasional dan spiritual sehingga pikiran orang menjadi bleng, pikiran yang bleng tersebut bisa dimanfaatkan oleh jin untuk memasukkan penyakit dalam tubuh manusia yang diincarnya.

Untuk mendiagnosa penyakit tersebut, dibutuhkan orang yang matahatinya cemerlang. Sorot matanya mampu menembus beberapa lapisan dimensi yang ada sehingga dia benar-benar mampu menemukan penyebab penyakit tersebut. Orang yang demikian itu bukan seorang dukun yang memang sengaja membuka praktek untuk mencari uang. Namun mereka itu adalah orang-orang ahli ibadah yang hatinya ihlas. Mereka menolong manusia semata-mata mengamalkan ilmu yang dimiliki sebagai bentuk wujud pengabdian kepada Tuhannya secara horizontal. Sebagai buah ibadah yang dilakukan, hati mereka menjadi bersih dari kepentingan dunyawiyah sehingga sorot matanya menjadi tembus pandang. Setelah diagnosa sudah dilakukan dengan benar, biasanya cara penyembuhannya malah menjadi mudah, bahkan lebih mudah daripada diagnosanya. Hal tersebut bukan berarti ahli ibadah itu dapat menyembuhkan orang sakit, tetapi melalui tangannya, Allah Yang Maha Menyembuhkan memberikan kesembuhan kepada orang yang harus ditolong tersebut.
Banyak hal yang bisa kita bicarakan tentang penyakit non medis ini, namun karena luasnya ilmu tersebut, maka tidak mungkin dapat diuraikan secara mendetail dalam bahasa tulisan yang terbatas, kecuali ditindaklanjuti dengan cara berdialog secara interaktif kasus per kasus. Oleh karena itu, apabila pembaca ingin memperdalam pembicaraan silahkan memanfaatkan ‘rubrik konsultasi’ untuk bertukar fikiran dengan penulis. Semoga Allah Ta’ala membukakan pintu hidayah-Nya untuk kita dan memberikan hikmah guna memahami romantika kehidupan ini.(malfiali)

Hikmah Aqiqoh dalam Prespektif Penyembuhan Penyakit

Sejak seorang suami memancarkan sperma kepada istrinya, lalu sperma itu berlomba-lomba mendatangi panggilan indung telur melalui signyal kimiawi yang dipancarkan darinya, sejak itu tanpa banyak disadari oleh manusia, sesungguhnya setan jin sudah mengadakan penyerangan kepada calon anak mereka. Hal tersebut dilakukan oleh jin dalam rangka membangun pondasi di dalam janin yang masih sangat lemah itu, supaya kelak di saat anak manusia tersebut menjadi dewasa dan kuat, setan jin tetap dapat menguasai target sasarannya itu. Maka sejak itu pula Rasulullah saw. telah mengajarkan kepada umatnya cara menangkal serangan yang sangat membahayakan itu sebagaimana yang disampaikan Beliau saw. melalui sabdanya berikut ini :

حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا *

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a berkata: Rasulullah s.a.w pernah bersabda: apabila seseorang diantara kamu ingin bersetubuh dengan isterinya hendaklah dia membaca:

بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

Yang artinya: Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Wahai Tuhanku! Jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami. Sekiranya hubungan aantara suami istri itu ditakdirkan mendapat seorang anak. Anak itu tidak akan diganggu oleh setan untuk selamanya

·    Riwayat Bukhari di dalam Kitab Nikah hadits nomor 4767.
·    Riwayat Muslim di dalam Kitab Nikah hadits nomor 2591.
·    Riwayat Tirmidzi di dalam Kitab Nikah hadist nomor 1012.
·    Riwayat Abu Dawud di dalam Kitab Nikah hadits nomor 1846.

Disaat manusia sedang menjalani bagian kehidupan yang paling nikmat, mereka tidak boleh lupa diri. Mereka tidak boleh lupa kepada Allah Ta’ala. Kebahagiaan hidup itu harus dimulai dengan berdzikir menyebut asma-Nya dan membaca do’a. Hal itu harus dilakukan, supaya kebutuhan biologis manusiawi tersebut dinilai sebagai amal ibadah. Ketika perbuatan yang sering menjadikan manusia lupa diri itu menjadi amal ibadah, disamping mereka mendapatkan pahala yang besar, juga apa saja yang ditimbulkan darinya akan menjadi buah ibadah. Oleh karena ibadah berarti menolong di jalan Allah, maka Allah Ta’ala akan selalu memberikan pertolongan kepada hamba-Nya yang beriman itu. Allah Ta’ala menyatakan hal tersebut dengan firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ – محمد:47/7

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. QS:47/7.

Dengan sebab pertolongan Ilahiyah tersebut, sejak saat itu juga calon anak manusia itu akan mendapatkan perlindungan dari-Nya. Janin yang masih sangat lemah itu dimasukkan dalam benteng perlindungan-Nya yang kokoh sehingga setan jin tidak mampu lagi mengganggu untuk selama-lamanya. Allah Ta’ala telah menyatakan pula dengan firman-Nya:

إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ – الحجر:15/42

Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat. QS:15/42.

aqiqoh-1

Adakah kasih sayang yang melebihi kasih sayang Allah Ta’ala kepada hamba-Nya, dan Rasulullah saw. kepada umatnya? Betapa seandainya tidak ada kasih sayang itu. Seandainya kita tidak diajarkan oleh Rasulullah saw. usaha tandingan untuk menangkal bahaya besar yang tidak banyak disadarai oleh manusia itu, adakah kira-kira manusia dapat selamat dari ancaman setan jin yang sangat mengerikan itu? Sementara sepasang anak manusia sedang asyik-asyiknya dalam keadaan lupa diri, ternyata setan jin telah menyiapkan jurus-jurus ampuh. Jika seandainya tidak ada penangkal tersebut barangkali dapat dipastikan, tidak ada seorang manusiapun mampu menyelamatkan diri dari serangan jin yang mematikan itu.

Buah ibadah yang dilakukan oleh seorang laki-laki sebelum mendatangi istrinya itu disebut “Nismatul ‘ubudiyah” sedangkan kehidupan yang mendiami janin di dalam rahim seorang ibu itu disebut “Nismatul adamiyah”. Selama keberadaan nismatul adamiyah didampingi nismatul ‘ubudiyah, sampai kapanpun anak manusia tetap mendapatkan perlindungan Allah Ta’ala. Dengan perlindungan itu setan jin tidak mempunyai kekuatan untuk menguasainya, kecuali manusia sendiri terlebih dahulu merusak sistem perlindungan tersebut dengan berbuat kemaksiatan dan dosa. Akibat dosa-dosa yang dilakukan itu dengan sendirinya nismatul ‘ubudiyah akan meninggalkan nismatul adamiyah, sehingga terbuka peluang bagi setan jin untuk menguasai manusia.

Ketika persetubuhan itu tidak dilandasi dengan nuansa ibadah, tidak diniati dengan niat yang baik, hanya memperturutkan dorongan hawa nafsu belaka, lebih-lebih lagi dilaksanakan dalam kondisi masih haram, sehingga sejak proses awal kejadian anak manusia itu tidak mendapatkan nismatul ‘ubudiyah, tidak mendapatkan sistem penjagaan malaikat untuk melindungi jalan hidupnya, maka sejak masih berbentuk janin itu, anak manusia tersebut sudah terkontaminasi anasir-anasir jin. Akibatnya, sejak itu pula menjadi sangat rentan mendapatkan gangguan setan jin, baik jasmani maupun ruhaninya. Jasmaninya dalam arti sangat rentan mendapatkan berbagai macam penyakit yang penyebabnya datang dari dimensi alam jin dan ruhaninya dalam arti baik kesadaran maupun karakternya rentan mendapatkan gangguan jin. Dengan demikian itu berarti, bagian kehidupan anak manusia itu telah tergadai di dalam kekuasaan setan jin sehingga kapan saja jin dapat melaksanakan niat jahatnya. Allah Ta’ala telah menegaskan hal tersebut dengan firman-Nya:

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ – المدثر:74/38

Tiap-tiap jiwa dengan apa yang telah diperbuatnya akan tergadai. QS:74/83.

Akibat dari kesalahan tersebut, jiwa anak manusia bagaikan sudah digadaikan oleh orang tuanya kepada setan jin, maka dia membutuhkan tebusan untuk membebaskannya. Oleh karena itu, berkat rahmat-Nya yang Agung, Allah Ta’ala masih memberikan kesempatan kepada setiap orang tua untuk menebus jiwa anaknya tersebut dengan melaksanakan sunnah Rasulullah saw yang disebut Aqiqoh.

Sebagaimana pelaksanaan ibadah qurban – laki-laki dengan dua ekor kambing dan perempuan dengan satu ekor kambing – Aqiqoh juga demikian. Rasulullah saw. sebagai seorang Rasul yang “Ma’shum” atau yang sudah mendapat jaminan keselamatan dan penjagaan dari akibat kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa, beliau melaksanakan Aqiqoh untuk putra-putrinya hanya selang tujuh hari setelah hari kelahirannya. Hal itu berarti mengandung pelajaran bagi umatnya tentang demikian besarnya hikmah Aqiqoh.

Jika diambil arti secara filosofi, tujuan aqiqoh juga seperti tujuan ibadah qurban, yakni melaksanakan tebusan atau yang disebut dengan istilah Fida’. Artinya; yang semestinya Nabi Ismail as. mati kerena saat itu Nabi Ibrahim as. mendapatkan perintah untuk menyembelihnya, namun kematian itu ditebusi oleh Allah Ta’ala dengan kematian seekor binatang qurban. Sehingga sejak itu, setiap hari Raya Qurban kaum muslimin disunnahkan untuk melaksanakan qurban dengan menyembelih binatang qurban. Seperti itu pula tujuan aqiqoh yang dilakukan oleh kedua orang tua terhadap anaknya. Yakni melaksanakan penebusan barangkali di saat kedua orang tua tersebut melaksanakan kuwajiban nafkah badan ada kehilafan. Maksudnya, bagian kehidupan anak yang sudah terlanjur tergadaikan kepada setan jin akibat kesalahan yang diperbuat, orang tua itu dianjurkan melaksanakan tebusan dengan melaksanakan aqiqoh bagi anak-anaknya.

aqiqoh-2

Oleh karena itu hendaknya umat Islam melaksanakan aqiqoh untuk anak-anaknya dengan sungguh-sungguh, dilaksanakan dengan ikhlas semata-mata karena Allah Ta’ala. Aqiqoh boleh dilaksanakan bersamaan pelaksanaan hajad-hajad yang lain, hal itu karena daging aqiqoh dianjurkan dibagikan dalam keadaan matang. Boleh untuk walimatul ‘ursy, atau walimatul khitan umpamanya, asal dalam pelaksanaan itu tidak dibarengi dengan niat-niat yang tidak terpuji. Aqiqoh tidak boleh dibarengi dengan niat-niat yang dapat membatalkan pahala ibadah, misalnya untuk berbuat bangga-banggaan atau untuk perbuatan riya’ dan pamer, atau perbuatan yang sifatnya mubadzdzir menurut hukum agama islam, seperti pesta-pesta perkawinan yang sifatnya hanya untuk menunjukkan status dan kehormatan duniawi, hanya untuk pamer kesombongan dan bangga-banggaan. Hal itu dilakukan agar aqiqoh yang dilaksanakan itu benar-benar mencapai target sasaran. Menjadikan kafarot atau peleburan bagi dosa-dosa dan kesalahan yang telah terlanjur dilakukan oleh kedua orang tua.

Jadi, salah satu hikmah aqiqoh adalah, disamping diniatkan untuk melaksanakan sunnah Rasul saw, juga dapat dijadikan media atau sarana bagi usaha penyembuhan orang yang telah terlanjur jiwanya tergadaikan kepada setan jin sehingga badannya  dihinggapi berbagai penyakit. Aqiqoh yang dilaksanakan itu bukan dalam arti kambing yang disembelih itu kemudian dipersembahkan kepada jin yang sedang memperdaya orang yang sakit sehingga hukumnya menjadi syirik. Hal tersebut sebagaimana yang disangkah oleh sebagian kalangan yang tidak memahami ilmunya. Namun dilaksanakan semata-mata melaksanakan syari’at agama. Dengan asumsi, bahwa ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba bukan untuk kepentingan Allah Ta’ala, tetapi pasti ada kemanfaatan bagi orang yang malakukannya. Hal itu bisa terjadi, karena secara sunatullah, Allah Ta’ala sudah menetapkan bahwa setiap amal kebajikan pasti dapat menghilangkan kejelekan, asal kebajikan tersebut dilaksanakan semata-mata melaksanakan perintah-Nya. Allah Ta’ala telah menegaskan dengan firman-Nya:

إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ  – هود:11/114

“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”. QS:11/114.

SERI MENGUAK DUNIA JIN JILID 3

MNGUAK

Usaha Untuk Mendapatkan Perlindungan dari Gangguan Jin
Karya: MUHAMMAD LUTHFI GHOZALI
Halaman xxii + 234. Ukuran 10×15

Harga : Rp 25 000,- Diskon 30% (belum ongkos kirim)


Seseorang yang mengerjakan pekerjaan yang bersinggungan dengan dimensi jin, baik menanggulangi orang kesurupan jin ataupun usaha penyembuhan orang sakit akibat gangguan jin, orang tersebut berarti sedang berhadapan dengan kekuatan jin. Supaya pekerjaan itu tidak salah langkah dan berhasil sesuai yang diinginkan, maka tahap pertama yang harus dilakukan—sebelum mereka melakukan pekerjaan tersebut, adalah persiapan. Persiapan itu berupa mengkondisikan diri untuk bisa mendapatkan kekuatan yang didatangkan Allah SWT. kepada hamba-Nya yang disebut “sulthonul ilahiyah” atau kekuatan penolong (QS.al-Isro’(17)80). Berupa kemampuan pribadi yang dianugrahkan Allah SWT. kepada hamba-Nya sebagai buah ibadah yang dilakukan.
Dengan ‘Sulthon Ilahiyyah’ itu makhluk jin menjadi takut kepada manusia. Setelah seorang hamba mendapatkan anugrah tersebut, sebagai bekal yang utama, selanjutnya dia harus menindaklanjuti lagi dengan latihan yang terbimbing, baik dengan melaksanakan mujahadah dan riyadhoh maupun praktek menagani pasien di lapangan.
Yang dimaksud menanggulangi orang kesurupan jin adalah membebaskan kesadaran manusia dari penguasaan jin. Adapun yang dimaksud penyembuhan adalah membantu kesembuhan orang yang terkena penyakit akibat gangguan jin, seperti orang kena sihir, kena santet dan sakit akibat penyakit dimensi jin yang lainnya.
Meskipun secara qudroti jin tercipta lebih kuat daripada manusia. Jin dapat masuk tubuh manusia, sedangkan manusia, melihat saja kepada jin tidak dapat. Namun demikian, apabila manusia mampu mengkondisikan diri mendapatkan sulthon yang lebih kuat dari sulthon yang ada pada seorang jin, dengan sulthon itu berarti manusia berpotensi bisa mengalahkan jin. Apabila tidak, maka manusia akan dikalahkan oleh jin. Untuk mendapatkan ‘sulthon ilahiyah’ tersebut caranya dengan melaksanakan mujahadah di jalan Allah dan membaca wirid-wirid tertentu yang didawamkan, dengan itu manusia akan mendapatkan warid atau buah ibadah yang didatangkan di dunia. Warid-warid tersebut ada yang didatangkan dari dimensi jin dan dimensi malaikat. Pengertian warid dari dimensi malaikat adalah khoddam malaikat sedangkan warid dimensi jin adalah khoddam jin.
Ketika seseorang berjalan di jalan Allah SWT. tentunya dengan dibimbing guru ahlinya. Mereka menempuh amaliyah thoriqoh yang diyakini, baik dengan dzikir dan wirid-wirid yang didawamkan setiap hari maupun mujahadah dan riyadhoh yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu. Ketika dangan amaliyah tersebut mereka berhasil mendapatkan anugerah azaliyah yang diturunkan ke dunia. Berupa ’sulthonul Ilahiyah’ buah ibadah yang dijalani atau
yang disebut warid-warid dari dimensi malaikat. Dengan kekuatan itu makhluk jin menjadi takut kepada manusia. Itulah rahasia pertolongan Allah SWT. yang diturunkan di dunia. Bentuk konkritnya berupa kharismah yang memancar dari prilaku dan sorot wajah hamba Allah yang bertakwa.

BAB KELIMA : JALAN DAN UPAYA UNTUK MENDAPAT PERLINDUNGAN DARI GANGGUAN JIN
· JALAN PERTAMA : Hendaknya Pengabdian Dilakukan Dengan Ikhlas
· JALAN KEDUA : Seorang Hamba Yang Bersyukur
· Nikmat Penciptaan Dan Nikmat Pertolongan
· RAHASIA SUMBER INAYAH
· JALAN KETIGA : Berdzikir Dengan Dasar Takwa

BAB KEENAM : PENANGGULANGAN DAN PENYEMBUHAN AKIBAT TERKENA GANGUAN JIN
· Kekuatan Yang Mengalahkan
· Kekuatan Yang Dikalahkan
· Penanggulangan ORANG KESURUPAN JIN
· Penyembuhan Penyakit AKIBAT GANGGUAN MAKHLUK JIN
· Membentengi Diri Dari GANGGUAN MAKHLUK JIN
· BACAAN-BACAAN RUQYAH SUFIYYAH
BACAAN-BACAAN RUQYAH SUFIYAH
PENUTUP

Cuplikan MENGUAK DUNIA JIN JILID 3

Membentengi Diri dari Gangguan Jin

Bacaan ruqyah dapat digunakan sebagai sarana untuk membangun benteng perlindungan dari godaan jin, baik untuk pribadi maupun masyarakat dalam satu wilayah. Namun yang menjadi benteng perlindungan itu bukan bacaannya, melainkan ‘sirr’, atau rahasia bacaan yang disebut ‘warid’, sebagai buah ibadah yang dilakukan secara istiqomah dan ihlas. Untuk membangun benteng tersebut, baik bacaan maupun cara mengamalkannya sama, yang berbeda hanya niat dan pelaksanaan. Kalau untuk diri sendiri, berarti niatnya juga untuk diri sendiri dan dilaksanakan sendiri, kalau untuk orang banyak, niatnya juga untuk orang banyak dan dilaksanakan secara berjama’ah.

Seseorang dengan sendirian dapat membentengi suatu kaum secara komunitas asal dia mempunyai kemampuan baik ilmiyah maupun amaliyah, dengan istilah ‘istighotsah’ atau do’a bersama. Hal tersebut sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah saw. saat beliau sedang penghadapi perang Badar. Allah Ta’ala mengabadikan dengan firman-Nya yang artinya: (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan (beristighotsah) kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”. – Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan pertolongan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. QS:8/9-10.

Seseorang harus mampu membentengi dirinya terlebih dahulu sebelum membentengi orang lain, karena mustahil orang dapat membentengi orang lain sebelum mampu membentengi diri sendiri. Allah Ta’ala talah memberikan isyarat dengan firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا – التحريم:66/6

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. QS:66/6.

Sarana untuk membentengi diri dari ganguan jin itu dinyatakan juga oleh baginda Nabi saw. dalam sabdanya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: Barang siapa membaca:

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

dalam sehari sebanyak seratus kali, niscaya dia mendapat pahala sebagaimana orang memerdekakan sepuluh budak. Dia juga diampunkan seratus kejahatan, dibuatkan untuknya benteng sebagai pelindung dari setan pada hari itu hingga petang hari. Tidak diganjarkan kepada orang lain lebih baik darinya kecuali orang tersebut melakukan amalan lebih banyak darinya. Manakala mereka yang berkata:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ

dalam sehari sebanyak seratus kali niscaya terhapuslah segala dosanya sekalipun dosanya itu banyaknya seperti buih di lautan. HR. Bukhori, Muslim, Ibnu Majah, Ahmad Ibnu Hambal dan Malik. Rodhiallahu’anhum.

ruqyah-5a

Melaksanakan ‘istighotsah’ dengan sendirian untuk membentengi komunitas manusia pada wilayah tertentu, hal tersebut sudah banyak dilakukan oleh para ‘Ulama salafush-sholeh. Ruqyah seperti itu dilakukan sebelum mereka mengajak manusia untuk memeluk agama Islam. Manusia utama itu bagaikan seorang petani, sebelum menanam benih, tanah yang akan ditanami benih, digarap terlebih dahulu. Lahan yang tersedia dicangkul dan dialiri air, baru setelah tanah sudah siap tanam, bibit-bibit unggul ditanam di atasnya. Seperti itu pula yang dilakukan para ‘Ulama salafush-sholeh tersebut, namun tanah yang dimaksud bukan tanah di muka bumi melainkan tanah yang ada di dalam dada manusia. Maksudnya, sebelum mereka melaksanakan da’wah, komunitas manusia yang mau digarap itu terlebih dahulu dimujahadahi di jalan Allah, setelah hati mereka siap menerima hidayah Allah, baru ilmunya diajarkan.

Dengan cara seperti itu, banyak hati manusia mudah simpatik kepada mereka sehingga apa-apa yang mereka berikan, baik ilmu maupun amal, dapat diterima di tengah masyarakat dan membawa kemanfaatan yang hakiki. Ilmu dan amal yang mereka ajarkan tersebut mampu menjadikan manusia beriman dan bertakwa kepada Allah Ta’ala.  Dalam kaitan pelaksanaan tugas mulia itu, membentengi umat dari gangguan jin merupakan hal yang mereka utamakan. Hal itu dilakukan, karena syaitan jin adalah musuh utama bagi manusia.

Adapun bacaannya, disamping dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an al-Karim dan do’a-do’a sebagaimana yang diajarkan Rasulullah saw., mereka juga menyusun wirid-wirid khusus, seperti hizib dan ratib. Dalam kaitan ini mereka itu bagaikan seorang dokter yang menerbitkan resep-resep obat, namun jika para dokter menerbitkan resep untuk mengobati penyakit jasad, para manusia pilihan itu menerbitkan resep-resep ruqyah untuk menyembuhkan penyakit secara umun, baik penyakit jasad, kesadaran maupun penyakit hati.

Resep ruqyah yang mereka ajarkan tersebut telah menunjukkan hasil yang luar biasa bahkan berhasil merubah karakter dan aqidah manusia di tanah Jawa, sejarah telah membuktikan dari tapaktilas perjuangan para Walisongo. Sebagain besar penduduk tanah Jawa yang asalnya beragama Hindu dan Budha, sekarang mayoritas menjadi Muslim yang taat. Bacaan Ratib (seperti ratibul hadad, ratibul ‘ath-thosy dll.) maupun hizib-hizib yang telah diajarkan oleh para ulama salafush-sholeh tersebut telah berhasil meruqyah penyakit manusia secara universal, baik secara individu maupun komunitas. Bahkan pembacaan Tahlil dan Yasin yang sudah dilakukan dan membudaya di masyarakat, sesungguhnya sudah mencukupi untuk kebutuhan ruqyah massal ini. Dalam mengamalkan ruqyah massal tersebut para manusia utama itu bahkan telah membimbing umatnya secara langsung dan bersama-sama mengamalkan secara berjama’ah. Ruqyah tersebut sesungguhnya telah diamalkan oleh umat islam secara berkesinambungan, sejak zaman shahabat, tabi’in dan tabii’it-tabi’in dan pengikutinya sampai sekarang, bahkan telah mengakar dan mentradisi di masyarakat terutama dari kalangan ahli sunnah wal jama’ah, hanya saja para pelaksananya tidak memahami bahwa yang diamalkan tersebut adalah ruqyah massal.

ruqyah-5

Demikianlah ‘Ulama dahulu berhasil memasukkan ajaran Islam kepada umatnya, baik faham maupun amalan dengan strategi yang santun dan jitu. Mereka tidak mengedepankan nama-nama dan atribut-atribut, juga tidak suka menganggap salah terhadap amaliah orang lain seperti yang banyak dilakukan oleh sebagian kalangan zaman sekarang. Yang penting bagaimana manusia mau minum obat dari resep yang mereka terbitkan tanpa harus menjadi terkotak-kotak akibat pengaruh nama dan atribut tersebut. Mereka tidak mengatasnamakan golongan dalam sekub kecil seperti NU atau Muhamadiyah misalnya, namun dalam golongan besar yang mampu menampung aspirasi umat islam secara keseluruhan dalam naungan panji-panji Ukhuwah Islamiyah.

Bacaan ruqyah tersebut disamping dapat digunakan untuk mengobati orang sakit baik lahir maupun batin, juga dapat dipergunakan untuk membentengi diri dari gangguan jin. Tetapi bukan ruqyah dalam arti orang yang asalnya sadar menjadi tidak sadar, akan tetapi orang yang tidak sadar menjadi sadar. Bukan orang yang asalnya sehat menjadi kesurupan jin tetapi yang kesurupan jin menjadi sehat. Bacaan ruqyah tersebut jika dilaksanakan secara istiqomah, terbimbing dan semata-mata sebagai bentuk ibadah yang ihlas, maka pembacanya akan mendapat perlindungan dari Allah Ta’ala berupa penjagaan tentara malaikat yang diturunkan dari langit. Dengan penjagaan malaikat itu jin takut kepada manusia. Sungguh benar Allah dengan segala firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ(30) نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ – فصلت:41/30-31

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. – Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. QS:41/30-31.

Berikut ini bacaan do’a yang disusun oleh al ‘Arif billah, al Habib Ali Bin Muhammad bin Husen al Habsyi. r.a yang tertulis dalam kitab ‘Futuhatul Ilahiyat’. Beliau adalah penyusun kitab maulid ‘Situd Duror’ yang sangat terkenal dan sekarang ini telah diamalkan oleh banyak orang di seluruh belahan dunia. Dengan kitab Maulid tersebut, terbukti beliau mampu membangun komunitas Muslim yang berskala dunia dalam naungan panji-panji Ukhuwah Islamiyah. Semoga Allah memberi keridoan untuk beliau beserta anak cucunya dan keberkahan untuk kita semua. Bacaan do’a tersebut sebagai berikut:

اَللّهُمَّّ اجْعَلْنَا سَالِمًا فِى دِيْنِنَا وَجَسَدِنَا وَقَلْبِنَا وَفِعْلِنَا وَقَوْلِنَا وَنِيَّتِنَا وَوُجْهَتِنَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم ِ . وَاقْصُرْهُ عَنَّا وَعَنْ مَنْ أَحَبَّنَا قَصْرًا لاَيَخْطُرُلَهُ عَلَى بَالٍ . وَأَدْخِلْنَا فِى دَائِرَةِ وِقَايَتِكَ مِنْهُ الشَّاهِدَةِ لَهَا آَيَةٌ ( إِنَّ عِبَادِىْ لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ ) فَاجْعَلْنَا يَا رَبِّ  مِنْ عِبَادِكَ الَّذِيْنَ لَيْسَ لَهُ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ ,  وَجَنِّبْنَا الْهَوَى الْمُرْدِى , وَاجْعَلْنَا نُفُوْسَنَا فِى النُّفُوْسِ الْمُطْمَئِنَّةِ الرَّاضِيَةِ الْمَرْضِيَّةِ الْكَامِلَةِ . يَا مُجِيْبَ الدَّاعِى وَيَا مُغِيْثَ الْمُسْتَغِيْثِ وَيَا رَاحِمَ الضَّعِيْفِ أَجِبْ دَعْوَاتِنَا وَعَجِّلْ بِقَضَاءِ حَاجَاتِنَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Penanggulangan Orang Kesurupan dan Penyembuhan Penyakit Akibat Gangguan Jin

Dalam hal penanggulangan orang kesurupan dan penyembuhan penyakit jin, ada beberapa hal yang harus diketahui, namun yang terpenting adalah diaognosa. Diagnosa itu harus dilakukan dengan benar, baik terhadap jenis penyakit maupun kadar sakit, karena hanya dengan itu orang dapat melakukan upaya penyembuhan dengan benar. Jika diaognosa salah, maka bisa jadi obat yang dimasukkan justru menjadi racun yang mematikan bagi si pasien. Padahal, kemampuan untuk melakukan diagnosa ini hanya bisa didapatkan melalui latihan. Terlebih lagi terhadap penyakit jin sebagai makhluk ghaib bagi indera lahir manusia. Untuk itu, sebenarnya tidak mungkin hal ini dapat dibicarakan kecuali hanya dengan pembekalan dan pelatihan.

Namun, oleh karena benda yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, tanda-tanda keberadaanya terkadang dapat dibaca dan oleh ahlinya. Demikianlah sunnah menentukan, maka para ahli penyakit ghaib itu dapat mengenali penyebab sakit tersebut dari tanda-tanda yang dapat dibaca di permukaan. Adapun secara khusus yang berkaitan dengan penanggulangan dan penyembuhan penyakit jin, di sorot mata pasien merupakan letak tanda-tanda tersebut. Oleh karena itu, untuk keperluan diagnosa awal, terkadang para ahli itu cukup melihat foto si pasien, karena dari sorot mata yang terrekam dalam foto itu tapak tilas kehidupan manusia dapat terbaca.

Meski terkadang tapak tilas kehidupan itu tersimpan rapi dan bahkan sengaja disembunyikan oleh seseorang di dalam dadanya, seorang ahli dapat membacanya melalui sorot mata orang tersebut. Contoh misal, yang tersimpan itu boleh jadi kasih sayang, kemarahan, kebencian, kekecewaan, kesungguhan, kemunafikan, penolakan dan penerimaan. Rasa-rasa yang kedudukannya di dalam rongga dada itu sesungguhnya dapat terbaca melalui sorot mata. Oleh karenanya, ketika yang terpancar dari sorot mata itu bukan tanda-tanda kehidupan manusia, berarti dapat dipastikan telah terjadi sesuatu terhadap orang tersebut. Untuk urusan dimensi jin, dengan cara ini para ahli itu dapat melaksanakan diagnosa terhadap para pasiennya. Hal itu bisa dilakukan, karena dengan sorot mata itu manusia tidak dapat menipu diri sendiri. Allah Ta’ala telah memberikan isyarat dengan firman-Nya:

يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ(المؤمن:40/19)

Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati. QS:40/19.

Maksudnya; Apa-apa yang disembunyikan manusia di dalam dalam dadanya, baik itu dari sifat-sifat yang kurang terpuji yang terkadang manusianya sendiri tidak menyadari, maupun gejala-gejala kehidupan yang lain, dengan ilmu Allah dan izin-Nya, para ahli itu dapat membaca melaui sorot mata mereka. Sesuai jenis penyakit dan kadar sakit yang berbeda, maka cara penanggulangan dan penyembuhannya juga berbeda, hal ini juga tidak mungkin dapat dibicarakan melalui bahasa tulisan, maka dengan kemampuan yang terbatas, penulis akan menyampaikan secara garis besar saja, insya Allah. Semoga Allah Ta’ala memudahkan jalan dan menyampaikan kepada hasil yang membawa kemanfaatan.

Kekuatan Yang Mengalahkan

Habib Farid al Munawar

Habib Farid al Munawar

Seseorang melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan dimensi alam jin, baik penanggulangan maupun penyembuhan, berarti berhadapan dengan kekuatan jin. Supaya pekerjaan tersebut tidak salah dan membuahkan hasil yang diinginkan, tahap pertama yang harus dilakukan adalah mengkondisikan diri untuk bisa mendapatkan kekuatan dari Allah Ta’ala yang disebut dengan “Sulthonul ilahiyah”. Dengan kekuatan pertolongan itu makhluk jin menjadi takut kepada manusia. Untuk  mencapai hal tersebut, manusia harus mendapatkannya melalui latihan yang terbimbing, baik dengan mujahadah maupun riyadhoh di jalan Allah.

Yang dimaksud dengan penanggulangan adalah membebaskan manusia yang kesadarannya sedang dikuasai Jin, sedangkan yang dimaksud dengan penyembuhan adalah membantu kesembuhan bagi orang yang terkena penyakit akibat gangguan jin, seperti terkena santet atau sihir dan lain-lainnya.

Teori mengatakan bahwa jin takut kepada malaikat. Allah Ta’ala telah mengisyaratkan hal tersebut dengan firman-Nya:

وَإِذْ زَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ وَقَالَ لَا غَالِبَ لَكُمُ الْيَوْمَ مِنَ النَّاسِ وَإِنِّي جَارٌ لَكُمْ فَلَمَّا تَرَاءَتِ الْفِئَتَانِ نَكَصَ عَلَى عَقِبَيْهِ وَقَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكُمْ إِنِّي أَرَى مَا لَا تَرَوْنَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَاللَّهُ شَدِيدُ الْعِقَابِ(الأنفال:8/48)

Dan ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: “Tidak ada seorang manusiapun yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu”. Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), setan itu balik ke belakang seraya berkata: “Sesungguhnya saya berlepas diri dari kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah”. Dan Allah sangat keras siksa-Nya. QS:8/48.

Disebutkan di dalam ayat diatas, “Sesungguhnya saya berlepas diri dari kamu; sesungguhnya saya melihat apa yang kalian tidak dapat melihat”. Yang dilihat oleh setan jin terhadap sesuatu yang tidak dilihat oleh manusia itu adalah tentara malaikat yang diturunkan Allah Ta’ala untuk membantu kaum muslimin yang sedang berperang. Dengan ayat ini jelas mununjukkan bahwa setan jin takut kepada para malaikat. Dan juga firman Allah SWT. :

إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ(التوبة:9/40)

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu takut, sesungguhnya Allah beserta kita. “Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. QS:9/40.

Firman Allah Ta’ala di atas: “Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad s.a.w) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya”. Maksudnya; penyebab tenangnya hati Rasulullah saw. padahal beliau sedang menghadapi ancaman musuh, karena Allah Ta’ala menurunkan tentara malaikat yang tidak dapat dilihat mata tapi dapat dikenali dengan perasaan. Artinya, sesuatu yang ghaib bagi mata lahir ternyata dapat dikenali melalui perasaan. Ayat ini menunjukkan, dengan izin Allah manusia berpotensi bisa mengenali sesuatu yang ghaib bagi mata lahirnya.

Secara garis besar makhluk hidup dibagi menjadi tiga, Malaikat, Manusia dan Jin. Masing-masing makhluk tersebut sesuai dimensinya mempunyai sunnah kehidupan yang berbeda, baik habitatnya maupun personal. Seperti dimensi manusia, habitat kehidupannya berada di muka bumi, sedangkan secara personal adalah jasmani dan ruhani serta masyarakat yang ada di lingkungan. Demikian pula makhluk jin dan malaikat.

Manusia yang menanggani urusan-urusan yang berkaitan dengan jin, baik aspek penanggulangan maupun penyembuhan, berarti dia sedang berhadapan dengan kekuatan (sulthon) jin, baik secara habitat maupun personal. Oleh karena itu manusia harus mempunyai kekuatan, baik secara habitat maupun personal yang disebut dengan “Sulthonul Ilahiyah”. Apabila manusia dengan ilmu dan amalnya berhasil mendapatkan sulthon yang lebih kuat dari sulthon jin, berarti manusia dapat mengalahkan jin. Apabila tidak, maka manusia yang akan dikalahkan oleh jin.

Safari Maulid

Safari Maulid

Secara sunnah jin dan malaikat berpotensi dijinakkan manusia. Allah menegaskan hal tersebut dengan firman-Nya: Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni`mat-Nya lahir dan batin. (QS.Lukman/20). Dengan ibadah dan mujahadah yang dijalani serta wirid-wirid yang didawamkan, manusia bisa mendapatkan warid-warid, baik dari dimensi malaikat maupun dari dimensi jin. Yang dimaksud warid dari dimensi malaikat adalah khoddam malaikat sedangkan warid dimensi jin adalah khoddam jin.

Warid dimensi jin terkadang memang dapat dijadikan tenaga bantu guna penanggulangan gangguan jin, asal warid tersebut lebih kuat daripada kekuatan jin yang menguasai manusia, bila tidak, bisa jadi orang yang akan mengobati itu malah kesurupan jin. Disamping itu, orang tersebut berarti bekerjasama dengan jin. Sadar maupun tidak, orang itu telah bekerja sama (isyrok) dengan jin. Dalam kaitan ini Allah Ta’ala memberikan peringatan dengan firmannya; “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu akan menambah bagi mereka dosa dan kesalahan”. QS. Al-Jin 72/6. Perbuatan tersebut bahkan dapat menjebak manusia berbuat syirik. Yakni ketika mereka sudah tidak dapat melakukan pekerjaan sendiri kecuali dengan bantuan warid tersebut,  saat itu berarti ia telah berbuat syirik, meski warid jin tersebut didapatkan sebagai buah ibadah.

Adapun untuk kaitan penyembuhan penyakit jin, warid dimensi jin tersebut sedikitpun tidak dapat membantu, bahkan bisa jadi menjadi penyebab penyakit yang diderita si pasien semakin parah. Hal itu disebabkan, semestinya penyakit jin tersebut minimal dapat dilemahkan, dengan menggunakan warid jin jadinya malah menguatkan. Dalam kaitan ini tidak banyak pelakunya menyadari. Dengan cara penyembuhan seperti itu seringkali penyakit tersebut tidak sembuh malah menjadi semakin parah. Adapun dengan warid dimensi malaikat, ketika orang yang ahli mampu menjadikannya sebagai sarana baik untuk penanggulangan maupun untuk menyembuhan, warid tersebut sangat membantu memudahkan pekerjaan. Bagaikan air dingin disiramkan di atas bara, seketika apinya  mati dan panasnya menjadi dingin.

Manakib Akbar

Manakib Akbar

Ketika manusia berjalan di jalan Allah Ta’ala dengan dibimbing guru ahlinya. Mereka menempuh thoriqoh yang diyakini, baik dengan dzikir dan wirid maupun mujahadah dan riyadhoh, ketika orang tersebut berhasil mendapatkan anugerah azaliyah yang diturunkan ke dunia berupa “Sultonul ilahiyah” sebagai buah ibadah yang dijalani, itulah yang disebut warid dari dimensi malaikat. Rahasia pertolongan Allah Ta’ala itu nurnya akan memancar dari sinar wajah orang tersebut, dengan rahasia nur itulah makhluk jin menjadi takut kepada manusia. Keadaan itu ditegaskan oleh Rasulullah saw. Berkaitan prihal Sahabat Umar bin Khottob di dalam haditsberikut ini:

Diriwayatkan dari Saad r.a berkata: Umar meminta izin untuk menemui baginda saw. Pada saat itu beberapa orang wanita Quraisy sedang berbicara dengan Rasulullah saw dengan suara yang tinggi. Ketika mendengar suara Umar meminta izin wanita-wanita itu berlari menuju balik tabir. Rasulullah saw mengizinkan Umar masuk. Rasulullah saw tersenyum ketika melihat beliau. Umar berkata: Semoga Allah memanjangkan usiamu wahai Rasulullah! Rasulullah saw berkata: Aku heran dengan wanita-wanita yang berada di sampingku itu, ketika mendengar suaramu mereka berlari menuju balik tabir. Lalu Umar berkata: Wahai Rasulullah! Engkaulah orang yang paling berhak di takuti. Umar berkata kepada wanita-wanita yang bersembunyi itu: Wahai wanita-wanita yang menjadi musuh diri sendiri, adakah kamu merasa takut kepadaku tetapi tidak takut kepada Rasulullah. Mereka menjawab: Benar, karena tingkah laku dan tutur katamu lebih kasar dari Rasulullah.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا لَقِيَكَ الشَّيْطَانُ قَطُّ سَالِكًا فَجًّا إِلَّا سَلَكَ فَجًّا غَيْرَ فَجِّكَ

Rasulullah saw bersabda: Demi Zat aku yang berada di dalam kekuasaan-Nya, tidak ada setan yang akan melalui jalan yang dilalui olehmu, melainkan mereka berusaha melalui jalan yang tidak dilalui olehmu.

· Riwayat Bukhari di dalam Kitab Pemulaan Kejadian hadits nomor 3051 – Sifat-sifat Terpuji hadits nomor 3407 – Etika hadits nomor 5621.

· Riwayat Muslim di dalam Kitab Kelebihan Sahabat hadits nomor 4410.

Rasulullah saw. bersumpah bahwa makhluk jin takut kepada sayyidina Umar bin Khothob ra. sehingga jin tidak berani berpapasan dalam satu jalan dengannya. Apabila Sahabat Umar r.a melewati satu jalan, jin tersebut melewati jalan lain. Hal itu karena jin melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh mata manusia. Itulah bentuk wujud rahasia warid-warid dimensi malaikat yang ada pada diri beliau sebagai anugerah yang diberikan Allah Ta’ala buah ibadah dan pengabdian yang dijalani. Jadi yang bisa mengalahkan kekuatan jin itu bukan kesaktian manusia secara pribadi, tetapi rahasia pertolongan Allah yang didatangkan kepadanya. (malfiali)

Lailatul Qodar Di Luar Ramadhan

Desember 9, 2008

L qadr

LAILATUL QADR DI LUAR RAMADHAN
Karya: Muhammad Luthfi Ghozali
Halaman xx + 450. ukuran 14×21
ISBN. 979 – 152964 – 7.

Harga : Rp 70 000,- Dickon 30% (belum ongkos kirim)

Barangsiapa mendapatkan Lailatul Qadr di Bulam Ramadhan, berarti sama saja telah mendapatkan keberuntungan seumur hidup, karena Lailatul Qadr lebih baik dari seribu bulan. Seribu bulan yang berarti 83 tahun lebih 4 bulan, padahal rata-rata usia orang zaman sekarang hanya 70 tahun, maka dengan anugerah sebesar itu, siapa yang mendapatkannya pasti akan mendapatkan peningkatan hidup yang berarti. Manakala Lailatul Qadr adalah anugerah yang utama, maka hikmah yang terkandung di dalamnya tentu pasti sama, seperti anugerah-anugerah yang lain, yakni bagaimana pemahaman atau ma’rifat seorang hamba akan Tuhannya menjadi semakin bertambah luas sehingga dapat menjadikannya wushul kepada-Nya. Jadi, orang yang mendapatkan Lailatul Qadr berarti akan mendapatkan peningkatan hidup baik lahir maupun batin. Peningkatan kehidupan yang batin atau ruhani—yang berarti pula merupakan peningkatan iman dan takwa, akan menjadikan derajat seorang hamba di hadapan Allah semakin meningkat. Kalau demikian artinya, haruskah Lailatul Qadr itu hanya dapat dicari di bulan Ramadhan saja…?, dan di bulan-bulan yang lain kesempatan seperti itu sudah tidak bisa didapatkan lagi…?.
Dalam buku ini penulis membeberkan tahapan peningkatan hidup tersebut, yakni peningkatan ilmu, amal dan istiqomah. Apabila hal tersebut bisa dicapai, maka manusia akan mendapatkan peningkatan hidup dalam arti peningkatan kemampuan yang berupa karomah, al mulku dan al izzu. Setiap pribadi muslim harus mampu mencapainya. Tentunya dengan pelaksanaan amal ibadah dan pengabdian yang hakiki kepada Tuhannya. Metode peningkatan kehidupan tersebut yang oleh penulis diistilahkan dengan mujahadah dan riyadhoh, hal itu karena mengambil filosofi pelaksanaan puasa selama bulan suci Ramadhan, tata cara praktis itu dibeberkan dalam buku ini dengan simple dan mudah difahami.
Buku ini terdiri dari beberapa bab dan sub bab sebagai berikut:

BAB PERTAMA
LAILATUL QODAR
Ramadhan
Keutamaan Khusus Di Bulan
Ramadhan
Tiga Tingkat Puasa
Akal Dan Nafsu
Rahasia Puasa
Takdir Dan Amal
Puasa Setengah Sabar

BAB KEDUA
IDUL FITRI
Khadam
Berburu Khadam
Nur di atas Nur
Indera Manusia
Tingkat Derajat Nur
At Tazkiyah
Pintu Surga Dan Pintu Neraka
Tipu Daya Syaitan
Zakat Fithrah

BAB KETIGA
AL FURQON ( Lailatul Qadr Di Luar ramadhan)
bagian-bagian Al Furqon
– Ilmu Pengetahuan
– Amal Ibadah
– Istiqomah
– Karomah
Tiga Sumber Karomah
dari dimensi jin
dari dimensi malaikat
dari dimensi sir (rahasia)
– Al Mulku Dan Al Izzu
Mengapa Karomah Tidak Berbuah
Irodah Dan Qudrah
PENUTUP

7.SERI HIKAM Jilid 1-7 (syarah hikam Ibnu Atho’illah)

Desember 9, 2008

seri hkm

SERI HIKAM 1 (Jangan Berputus Asa Kepada Allah)

Karya MUHAMMAD LUTHFI GHOZALI
Halaman xx + 185. Ukuran 10×15

Harga : Rp 22 500,- Discon 30% (belum ongkos kirim)


Isi buku Seri Hikam 1-7 ini sama dengan isi buku Percikan Samudera Hikam 1-2, yang berbeda hanya kemasannya. Atas permintaan teman-teman, buku Seri Hikam 1-7 ini dikemas menjadi 7 jilid dan dijadikan buku saku. Hal itu sekedar supaya enak dibaca dan dibawa kemana-mana serta ringan di saku.
Berikut ini adalah cuplikan isi buku Seri Hikam Jilid 1.

Ketika seorang hamba berdo’a kepada Allah SWT, lebih-lebih apabila do’a itu dilakukan secara istiqamah, maka pasti do’anya akan dikabulkan. Demikian itu, karena Allah SWT. sudah berjanji dan sedikitpun Allah SWT. Tidak akan mengingkari janji-janji-Nya. Namun demikian, do’a-do’a yang dipanjatkan itu haruslah memenuhi syarat untuk dikabulkan. Rasulullah SAW. telah menegaskan dengan sabdanya: “Setiap do’a yang dipanjatkan oleh seorang hamba kepada Allah asal tidak tercampur dengan dosa dan memutuskan tali silaturrahmi, do’a itu akan dikabulkan dalam tiga pilihan:(1) Diturunkan seketika di dunia dalam bentuk pemberian sesuai dengan permintaan; (2) Dijadikan simpanan di akhirat sebagai kafarat dari dosa-dosanya; (3) Digantikan sebagai ganti musibah yang tidak jadi diturunkan demi keselamatannya.”

Oleh karena itu, bagaimanapun kondisi yang terjadi, hati seorang hamba yang beriman hendaknya siap menghadapinya, bahwa apa saja yang dikehendaki Allah SWT. pastilah yang terbaik bagi dirinya. Hal itu harus dilakukan, supaya matahati dan cahaya rahasia batin mereka tidak menjadi tumpul dan padam. Sebab, ketika ujian-ujian hidup itu sudah cukup dan ketika seorang hamba telah mampu melewatinya dengan nilai yang baik, maka problematika kehidupan dan bahkan konflik-konflik horizontal yang telah berlalu, sesungguhnya itu adalah proses pembelajaran dan masuknya ilmu pengetahuan dalam hati yang tinggi nilainya. Itulah ilmu rasa, ilmu pengetahuan yang dapat mematangkan jiwa manusia. Ilmu spiritual yang mampu menebalkan keyakinan, membakar lapisan hijab sehingga menjadikan matahati seorang hamba semakin cemerlang. Hanya dengan cara seperti itulah Allah telah memperjalankan kehidupan para hamba pilihan-Nya dan bahkan para nabi dan rasul-Nya. Mereka diperjalankan dengan realita kehidupan yang sesungguhnya, menghadapi kesulitan dan tantangan serta goncangan-goncangan hidup yang berat. Allah menyatakan hal itu dengan firman-Nya: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?”. Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (QS. al Baqoroh; 214)

seri hkm

SERI HIKAM 2 (Memandang Kesulitan Sebagai Tantangan)

Karya MUHAMMAD LUTHFI GHOZALI
Halaman XII + 198. Ukuran. 10×15

Harga : Rp 22 500,- Discon 30% (belum ongkos kirim)


Semua kesulitan hidup—apapun bentuknya—sesungguhnya bukan merupakan kendala, tetapi tantangan. Barangsiapa menganggapnya sebagai kendala, mereka akan menghadapinya dengan hati terpaksa dan susah, itulah siksaan. Namun bila kesulitan hidup itu dianggap sebagai tantangan, walau cara menghadapinya tetap sama, mereka akan merasakannya lebih ringan, karena mereka menghadapinya dengan semangat dan senang hati. Seperti orang melihat kabut diatas gunung, apabila kabut itu dilihat dari jauh, seakan-akan tidak tampak ada jalan, namun bila didekati, setebal apapun kabut gunung itu, ternyata di sana jalan yang akan dilalui itu masih dapat ditemukan. Oleh karena itu, orang tidak harus menghindari kesulitan, tetapi malah mendekatinya, dengan pertolongan Allah SWT. dibalik kesulitan itu sesungguhnya jalan penyelesaian sudah disiapkan.
Maka, menghindari kesulitan, dalam arti lari kepada Yang Menciptakan kesulitan itu, dengan menyerahkannya kembali (tawakkal) kepada Pemeliharaan dan Pengaturan-Nya, hal tersebut akan mampu mempermudah menemukan jalan keluar yang diharapkan. Sebab, semua yang terjadi pasti ada hikmahnya, dan hanya Allah-lah yang dapat memberikan jalan keluarnya serta menunjukkan hikmah yang ada di balik rahasia setiap kejadian. “Dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu)”, (QS. 53; 42)

seri hkm

SERI HIKAM 3 (Mengapa Balasan Amal Tidak Diberikan Di Dunia)

Karya MUHAMMAD LUTHFI GHOZALI
Halaman XII + 195. Ukuran 10×15

Harga : Rp 22 500,- Discon 30% (belum ongkos kirim)


Oleh karena amal ibadah yang dilaksanakan hanya didasari ketakwaan, tanpa sedikitpun dicampuri syirik dan sesuatu yang membatalkan pahala ibadah, maka meski amal tersebut amal yang kecil, amal itu akan bernilai besar. Hal itu disebabkan, karena amal itu dihadapkan kepada Dzat Yang Maha Besar. Disamping itu, oleh karena adanya surga itu di akhirat, maka pahala amal itu tidak mungkin dapat dilihat oleh manusia di dunia, sebagaimana yang telah ditegaskan Allah SWT. dengan firman-Nya: ”Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. as-Sajadah; 32/17)
Namun demikian, meskipun pahala amal ibadah itu tidak dapat dilihat di dunia, tapi buahnya sesungguhnya dapat dirasakan di dunia, baik secara ma’nawiyah yakni secara ilmiah melalui apa-apa yang telah banyak dijanjikan Allah SWT. dengan firmanNya maupun secara hissiyah yaitu melalui kekuatan iman dan yakin dalam hati terhadap janji-janji tersebut. Seperti orang yang percaya dia akan mendapatkan hadiah di Jakarta misalnya, padahal dia di Semarang, maka perjalanan dari Semarang ke Jakarta untuk mengambil hadiah itu adalah perjalanan yang menyenangkan. Namun sebaliknya, orang yang dikirim dari Semarang untuk menjalani hukuman di Jakarta, orang tersebut pasti akan merasakan perjalanan Jakarta Semarang itu dengan menyedihkan dan menyakitkan. Itulah i’tibar perjalanan hidup seorang hamba di dunia.
Orang yang beriman, meski mereka tidak dapat melihat pahala amal ibadahnya dengan mata kepala, tapi sesungguhnya dapat merasakannya dengan matahati, itulah yang dimaksud dengan ayat di atas: “Yang menyedapkan pandangan mata” atau “Qurratu a’yunin”. Adapun orang yang berbuat dzalim akan menjalani kehidupan dunianya dengan tanpa adanya kedamaian. Hal itu disebabkan, karena walau pikirannya tidak mengerti terhadap apa yang akan terjadi di kemudian hari, namun hatinya merasakan bahwa dia akan mendapatkan siksa dari kedzaliman yang sudah diperbuatnya di dunia.

seri hkm

SERI HIKAM 4 ( Yang Meringankan Beban Musibah)

Karya MUHAMMAD LUTHFI GHOZALI
Halaman X II+ 194. Ukuran 10×15

Harga : Rp 22 500,- Discon 30% (belum ongkos kirim)

Apapun yang terjadi, meski musibah itu akibat dosa-dosa yang diperbuat sendiri. Kalau ternyata hasil akhir musibah itu adalah kebaikan dan mampu membangkitkan taubat dan semangat benah-benah, berarti dosa-dosa itu hanyalah sekedar sebab-sebab yang tersusun rapi supaya akhirnya orang menjadi lebih baik. Kalau demikian keadaannya, maka dosa-dosa itupun sejatinya adalah bagian takdir baik untuk dirinya. Sebab, tidak ada satu

kejadianpun di muka bumi ini kecuali terjadi dengan kehendak Allah s.w.t. Bahkan orang yang memukul orang lain dengan tangannya sendiri, yang demikian itu pula sejatinya adalah Allah s.w.t yang memukul orang yang dipukul tersebut. Demikian yang ditegaskan Allah s.w.t dengan firman-Nya diatas.

Oleh karena itu, apabila ada orang mendapat musibah, baik dari akibat

perbuatan sendiri maupun perbuatan orang lain, dan ia salah dalam menyangka. Ia mengira Allah s.w.t telah meninggalkan dirinya, bahwa Allah s.w.t telah memutuskan tali kasih-Nya, bahwa Allah s.w.t sudah tidak lagi memperhatikan dan mencintainya. Itu berarti hanyalah semata-mata karena sempitnya pandangan matahatinya. Semata-mata karena dangkalnya ma’rifat yang ada dalam hatinya dan rapuhnya keimanan serta lemahnya keyakinan.

Kalau tidak demikian, barangkali memang yang disembah selama ini sesungguhnya bukan Tuhannya tapi musuhnya. Bukan penolong yang melindunginya tapi lawan yang akan menghancurkannya. Berarti pula selama ini ia telah salah dalam menyembah.

.

seri hkm

SERI HIKAM 5 (Melihat Kemungkinan Bukan Keadaan)

Karya MUHAMMAD LUTHFI GHOZALI
Halaman X + 202. Ukuran 10×15

Harga : Rp 22 500,- Discon 30% (belum ongkos kirim)


Orang beriman tidak boleh hanya mampu melihat dan mensikapi keadaan dengan benar, tetapi juga mengantisipasi akibat yang bisa terjadi di balik keadaan tersebut dengan benar pula. Dengan membaca isyarat yang terbaca serta mempersiapkan diri sedini mungkin untuk menghadapi datangnya kenyataan dengan benar, adalah sikap yang arif dari seorang hamba yang matahatinya cemerlang.
Manusia harus membeli, anugerah dengan ibadah dan musibah dengan dosa, meski semua itu sesungguhnya sudah ditetapkan Allah sejak zaman azali. Namun, oleh karena manusia akan menerima pahala amal, maka manusia harus memulai dengan amal perbuatan mereka sendiri. Itu adalah sunnah yang sudah ditetapkan Allah sejak zaman azali. Suatu saat Nabi Musa AS. berkata kepada Nabi Adam AS: “Wahai Bapak kami, seandainya engkau dahulu tidak berbuat dosa di surga, maka kami umat manusia tetap tinggal di sana untuk selamanya”, Nabi Adam AS menjawab: “Wahai Nabi Allah, dari mana engkau mengetahui aku berbuat dosa di surga?” Nabi Musa menjawab: “Dari kitabku yang turunkan Allah SWT. kepadaku”. Nabi Adam AS. meneruskan: “Lebih dulu mana kitabmu itu diciptakan dengan aku berbuat kesalahan di surga?” Nabi Musa AS. menjawab: “Lebih dulu kitabku diciptakan”. Nabi Adam AS. menjawab: “Carilah jawaban pertanyaanmu itu di dalam urusan tersebut”.
Dosa yang diperbuat Nabi Adam AS. di surga, meski membawa musibah dan derita panjang, akan tetapi akhirnya ternyata membawa hikmah besar. Yakni pembelajaran bagi kehidupan. Dengan hikmah itu, disamping supaya tumbuh kedewasaan hidup di dalam jiwa manusia, juga supaya setiap individu menjadi sadar dan mawas diri terhadap segala perilaku dan perbuatan yang dilakukan. Hal itu disebabkan, karena : “(Azab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak menganiaya hambahamba-Nya”. (QS. Ali-Imran ( 3);182).
Sesungguhnya setiap individu sudah mendapatkan kesempatan untuk memilih, memperturutkan hawa nafsu atau bermujahadah mengikuti ilmu dan iman. Selanjutnya, manusia akan dipaksa oleh keadaan yang telah diciptakannya sendiri dengan pilihannya itu. Keadaan itu adalah akibat perbuatan yang sudah mereka lakukan sendiri. Sekali-kali Allah tidak berbuat aniaya kepada hamba-hamba-Nya. “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QSAn-Najm( 53);39).

seri hkm

SERI HIKAM 6 (Tidak Ada Yang Mengetahui Wali Kecuali Wali)

Karya MUHAMMAD LUTHFI GHOZALI
Halaman X + 216. Ukuran 10×15

Harga : Rp 22 500,- Discon 30% (belum ongkos kirim)


Meskipun tidak ada satupun ayat al-Qur’an menyatakan seseorang itu sebagai Wali Allah, namun setiap Wali pasti mempunyai bukti kewalian pada dirinya. Itupun hanya para ahlinya yang dapat mengetahui. Hal itu bisa terjadi, karena terkadang Allah membuka keghaiban rahasia alam malakut kepada hamba-Nya tetapi tidak membuka rahasia yang menjadi penyebab seorang hamba mendapatkan kemuliaan di hadapan Tuhannya. Allah tidak membuka hubungan seseorang kepada wali-Nya kecuali orang tersebut terlebih dahulu berusaha membuka hubungan tersebut dengan bertawassul kepada mereka.
Orang-orang yang beriman dan bertakwa, mereka itu tidak pernah mengalami kekhawatiran dan kekecewaan dalam menghadapi dan menjalani kehidupan yang ada. Bahkan dengan segala tantangan yang ada di dalamnya, baik urusan dunia maupun urusan akhirat. Hal itu disebabkan, karena di dalam hati mereka ada sumber inspirasi yang menacar terus-menerus dari Tuhannya. Mereka selalu mendapatkan kabar gembira dari Allah SWT. Itulah tanda-tanda dan bukti kewalian seseorang. Semakin kuat tanda-tanda tersebut, berarti semakin kuat tingkat kedekatan mereka kepada Tuhannya. Dengan itu berarti pula semakin tinggi tingkat derajat kewalian yang ada pada dirinya. Itu karena di dalam dadanya ada dua gudang perbendaharaan. Pertama kuburan rahasia-rahasia ketuhanan dan kedua sumber nur ma’rifat kepada Tuhannya.

seri hkm

SERI HIKAM 7 (Rahasia Inayah Dibalik Jalan Lurus)

Karya MUHAMMAD LUTHFI GHOZALI
Halaman X + 199. Ukuran 10×15

Harga : Rp 22 500,- Discon 30% (belum ongkos kirim)


Sejak di dalam rahim ibunya, ternyata manusia sudah ditentukan nasibnya, menjadi orang beriman atau orang kafir. Menjadi orang bahagia atau orang yang celaka. Ketetapan itu tidak dirubah lagi selamanya, kecuali manusia itu sendiri yang merubahnya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.(QS.Ar-Ra’d: 15/11). Dengan perbuatan taat berarti yang asalnya jelek berubah menjadi baik, dengan maksiat berarti yang asalnya baik akan menjadi jelek. Itulah sunnatullah, sejak sunnah itu diciptakan, tidak akan ada perubahan lagi untuk selamanya. Manusia harus mengenali asal usul dan jati diri mereka. Manakala di dalam rahim itu Allah telah menetapkan baik bagi mereka, berarti asal usul mereka adalah baik. Takdir baik itu dapat dilihat dari tanda-tandanya, yaitu adanya iman dan amal sholeh yang menyertai kehidupannya. Setelah manusia mengenali asal usul itu melalui tanda-tanda tersebut, selanjutnya takdir baik itu harus ditindaklanjuti dengan amal sholeh sampai dengan mendapatkan derajat yang tidak terbatas di sisi Allah SWT. Dengan melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar serta berlomba-lomba di dalam kebajikan manusia dapat membentuk jadi dirinya menjadi seorang kholifah bumi zamannya. Itulah keutamaan besar yang disiapkan hanya untuk manusia. Sumber keutamaan besar itu berupa syafa’at agung yang dianugerahkan Allah SWT. kepada Baginda Nabi. Adalah anugerah azaliyah yang tidak diberikan kepada siapaun selainnya. Dengan syafa’at itu Baginda Nabi SAW. menyelamatkan umat manusia. Di dunia dengan inayah azaliyah sehingga orang beriman mampu menindaklanjuti imannya dengan amal sholeh dan di akhirat dengan pengampunan sehingga umatnya yang berdosa selamat dari siksa neraka. Jadi, menindaklanjuti takdir baik itu dengan melaksanakan taat kepada Allah dan rasul-Nya, mengabdi dan berbakti dengan meneladani pengadian dan perjuangan Baginda Nabi SAW. sampai akhirnya mendapatkan syafaat Beliau.

Menuju Hati Yang Khusu’ (menyatukan qodo’ dan qodar dalam satu amal)

Desember 9, 2008

khusu'

Menuju Hati Yang KHUSU’ (menyatukan qodo’ dan qodar dalam satu amal)

Karya MUHAMMAD LUTHFI GHOZALI
Halaman xvi+288. Ukuran 10,5×14,5 (HK)

Harga : Rp 30 000,- Diskon 30% (belum ongkos kirim)

Isi buku ini terdiri dari rangkuman dari cuplikan beberapa buku yang sudah diterbitkan terdahulu, dirangkum dalam satu buku saku dengan tujuan untuk menghasilkan suatu pembahasan yang metodik. Dengan buku kecil ini diharapkan mampu menghantarkan pembacanya menuju pemahaman yang simple tentang gambaran hati yang khusu’ sehingga kemudian mampu ditindaklanjuti dan diterapkan dengan mudah dalam pelaksanaan ibadah vertical maupun horizontal. Berikut ini cuplikan isi buku ini.

PENCERAHAN SPIRITUAL
Dengan mujahadah (dzikir) yang dilaksanakan sebagai pelaksanaan thoriqoh secara istiqomah(suluk), seperti orang melaksanakan meditasi. Maka akal(rasio) seorang salik(berjalan di jalan Allah) akan selalu mendapatkan pencerahan dari hati dengan “nur hidayah” buah dzikir yang dijalani, sehingga aktifitas akal—yang terkadang suka kebablasan—dapat terkendali dengan kekuatan aqidah (spiritual) yang benar.
Dengan dzikir dan mujahadah itu, hendaknya orang yang berdzikir mampu mengosongkan irodah(kemauan) dan qudroh (kemampuan) basyariyah yang hadits (baru) untuk dihadapkan kepada irodah dan qudroh Allah Ta’ala yang azaliyah. Maksudnya, obsesi, rencana, dan kemampuan diri untuk mengatur kehidupan kedepan, baik urusan dunia maupun urusan akhirat, saat itu, dengan kekuatan dzikir yang dilaksanakan, dilepas sementara dari bilik akalnya. Kemudian dihadapkan dan diserahkan kepada perencanaan Allah yang azaliyah serta kepada kemampuan-Nya yang Maha Kuasa untuk memberikan solusi dan pertolongan kepada hamba-Nya.
Ketika dengan pelaksanaan “meditasi islami” itu akal dan pikir berhasil dikosongkan dari kemampuan basyariyah, terlebih apabila pengosongan itu sebagai perwujudan rasa syukur yang diekspresikan di dalam bacaan dzikir, diharapkan yang masuk setelah pengosongan itu adalah rahasia bacaan dzikir yang dilakukan. Yakni rahasia bacaan “Laa Ilaaha illallaah” yang dilafatkan berkali-kali. Hasilnya, “rahasia dzikir” itu diharapkan mampu membangun dasar keyakinan yang kuat di dalam hati yang nurnya akan memancarkan sinar (pencerahan) ke dalam bilik akal. Selanjutnya pelaksanaan mujahadah dan dzikir tersebut diharapkan mampu menjadikan orang yang dzikir itu mempunyai pola pikir yang sehat dan positif.
Yang demikian itu karena hati senantiasa mendapatkan “ilham” dan “inspirasi spontan” dari Dzat yang didzikiri, buah ibadah yang dijalani, yang akan mampu memberikan solusi bagi setiap kesulitan yang dihadapi. Itulah rahasia Nubuwah—yang dahulu diberikan kepada para Nabi, kemudian menjadi Walayah—ketika diwariskan kepada hamba-hamba Allah yang sholeh atau para Waliyullah, sejatinya itu adalah wahyu yang disampaikan Allah Ta’ala kepada hamba-hamba pilihan: “Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu”. (QS. 42/51). Hal tersebut merupakan tarbiyah rahasia dari Allah Ta’ala agar hati seorang hamba yang khusu’ mendapatkan ma’rifatullah.

Daftar Isi Buku:
Bab Pertama
SURI TELADAN YANG BAIK
Pencerahan Spiritual
Pembuka Tujuh Pintu Hati
Dzikir Membuka Penutup Jalan
Matahari Malam

Bab Kedua
INAYAH AZALIYAH
Qodo’ dan Qodar
Mencuci Hati
Konsep Langit dan Konsep Bumi
Mencabut Sombong
Mengangkat Derajat
Ilmu dan Iman

Bab Ketiga
HAMBA YANG BERBAKTI
Hukum Sebab Akibat
Mencabut Susah
Bab Keempat
SUMBER INAYAH
Syafa’at Di Dunia
Syafa’at Di Akhirat
PENUTUP

PERCIKAN SAMUDERA HIKAM JLD 2

Desember 9, 2008

hikam 2

PERCIKAN SAMUDERA HIKAM JLD 2
Karya: Muhammad Luthfi Ghozali
Halaman: xxviii + 448. 14×20 (HK)
ISBN 979 – 152963 – 9

Harga : Rp 70 000,- Dickon 30% (belum ongkos kirim)


Pembahasan dalam buku Percikan Samudera Hikam Jilid 2 ini merupakan lanjutan dari pembahasan buku Percikan Samudera Hikam Jilid 1. Seperti buku jilid 1, buku jilid 2 ini juga lebih menekankan pada pembahasan yang batin daripada yang lahir, semisal keadaan hati orang-orang yang beriman kepada Allah SWT. Berikut ini cuplikan dari salah satu bab di dalamnya.
Orang yang ma’rifat artinya orang yang mengenal. Apabila dia ma’rifat kepada Allah, maka berarti orang tersebut mengenal kepada setiap kehendakNya. Oleh karena itu, hati seorang yang ‘arifin’ mengetahui bahwa apa saja yang ada pada dirinya, baik yang sedang terjadi maupun yang akan terjadi, hal tersebut pasti tidak terlepas dari kehendak dan pengaturan Allah. Dengan demikian, maka tidak ada pilihan lain, mereka harus bertawakkal kepada-Nya. Orang yang ma’rifatullah itu akan menyerahkan dan menyandarkan seluruh urusan hidupnya hanya kepada pengaturan Allah. Apapun yang terjadi, berarti itulah yang terbaik baginya karena sesungguhnya Allah yang memilihkan kejadian itu untuknya. Mereka menerima kejadian itu dengan senang hati walau pahit dirasakan di dalam dada.

Hati seorang yang arifin bahkan tidak lagi sempat melihat jauh ke depan, bahwa setelah lewat masa sulit, masa mudahnya pasti akan datang. Hal tersebut sebagaimana yang telah dijanjikan Allah dengan firman-Nya: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, -sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. QS:94/5-6. Mereka tidak sempat berharap masa sempit itu akan berganti dengan masa lapang, tetapi di dalam kesempitan itu, sesungguhnya mereka sudah merasakan kelapangan dada. Hal itu bisa terjadi, karena mereka yakin, bahwa kepahitan hidup itu adalah obat yang memang didatangkan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit jiwanya, maka mereka menelan obat itu dengan senang hati karena dengan itu mereka yakin jiwanya akan segera menjadi sembuh.
Disamping yang demikian itu, ketika mereka melihat ke belakang. Mereka ingat kepada masa-masa yang sudah terjadi. Ternyata tidak sepenuhnya keinginan dan hajat hidupnya—baik yang ruhani maupun yang jasmani—dapat tercukupi dengan sempurna. Tidak setiap ada kesempatan berbuat baik mereka selalu dapat mengerjakannya. Tidak setiap jebakan kejelekan yang muncul di dalam realita, mereka selalu dapat menghindarinya. Apalagi ketika mereka melihat kedepan, semakin hari tantangan dan kesulitan hidup tidak semakin ringan bahkan semakin berat. Mereka mengerti pula bahwa sedikitpun mereka tidak mempunyai kemampuan dan kekuatan untuk menghadapi tantangan itu kecuali hanya dengan pertolongan dari Allah. Lalu mereka ingat, bahwa Allah telah memerintahkan supaya seorang hamba berdo’a kepada-Nya. Untuk itu, maka seorang yang arifin tidak harus bertawakkal saja, tetapi juga berdo’a dan berusaha.
Mereka memohon untuk bisa mendapatkan kekuatan hati untuk mengikuti pengaturan-Nya, kuat dalam menghadapi segala tantangan dan rintangan hidup, mendapatkan penjagaan dan perlindungan dari segala kejahatan yang datang, diselamatkan dari fitnah-fitnah kehidupan yang ada. Dengan menindaklanjuti isyarat yang tertangkap dan melaksanakan mujahadah untuk membangun amal sholeh yang dapat menjadikan dekat kepada Tuhannya, mereka menggosok dan menyepuh ruhaniyah agar matahatinya semakin terang dan cemerlang. Selanjutnya mereka harus membangun dan memakmurkan sisa usia yang masih ada dengan pengabdian dan perjuangan yang hakiki. Untuk kepentingan tersebut itulah, maka do’a-do’a dipanjatkan. Dengan demikian bukannya mereka hanya berharap supaya isi do’a tersebut dikabulkan, akan tetapi do’a itu sendiri dijadikannya sebagai sarana ibadah. Do’a itu menjadi sarana komunikasi untuk melaksanakan akhlakul karimah. Berikror atas kedhoifan dan kefakiran diri di hadapan kekuasaan dan kebesaran Sang Junjungan Yang Maha Kaya dan Perkasa. Itulah sedikit gambaran keadaan hati orang-orang yang mencintai dan dicintai Allah SWT.
Seperti pada jilid pertama, Percikan Samudera Hikam Jilid 2 ini juga terdiri dari banyak bab, yang setiap bab mempunyai spesifikasi pembahasan yang seakan berbeda, namun sesungghnya sama. Berupa solusi-solusi kehidupan yang cantik dan cerdik dalam menyikapi realita yang tidak dikehendaki, maka para pembaca tinggal memilih bab mana yang paling dibutuhkan untuk menemukan jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapi. Semoga anda terhibur dengan mambacanya.

PERCIKAN SAMUDERA HIKAM

Desember 9, 2008

PERCIKAN SAMUDERA HIKAM JLD 1

hikam

PERCIKAN SAMUDERA HIKAM JLD 1
Karya Muhammad Luthfi Ghozali
Halaman: xviii + 425. Ukuran 14×20 (SK)
ISBN 979 – 152962 – 0

Harga : Rp 55 000,- Diskon 30% (belum ongkos kirim)

Kitab Al-Hikam adalah buah karya tulis yang sarat berisi pendidikan tentang sendi-sendi akhlakul karimah. Demikian besarnya buah karya itu sehingga hampir-hampir tidak seorang ‘Ulama pun tidak mengenal “Kitab Al-Hikam” tersebut. Buah karya abadi seorang Ulama’ besar zamannya, yaitu Asy-Syekh Al-Imam Al-Arif Billah, Abi Fadil Tajuddin Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim Ibnu Athaillah Al-Assakandary Radliyallaahu ‘Anhum. Terlebih di Indonesia, karena kitab Hikam tersebut telah banyak diterbitkan dan beredar, baik syarahnya dengan bahasa Arab dan bahasa Indonesia, juga terjemahan dan pensadurannya dengan bahasa Indonesia. Kitab tersebut ditulis dengan kalimat-kalimat yang sederhana tetapi mengandung arti yang sangat dalam dan luas. Isinya bagaikan lautan tidak bertepi. Relevansinya abadi sepanjang zaman. Baik yang berkaitan hubungan antara sesama hamba terlebih hubungan antara seorang hamba kepada Ma’budnya. Isi kitab Hikam tersebut merupakan konsep-konsep kehidupan yang logis dan masuk akal serta rambu-rambu jalan yang cemerlang. Kemanfaatannya sudah tidak diragukan lagi. Hampir tidak ada seorangpun yang mendalami ilmu tasawuf dan menjalani alam kesufian, mereka pasti telah menyelami dalamnya lautan kitab hikam. Mereka pernah menenggak air susu dan madunya, bahkan tidak sedikit yang menjadi mabuk dengan arak murninya.
Dengan buku Percikan Samudera Hikam ini, penulis telah mencoba menyarahi (menafsiri) kitab hikam tersebut dalam bahasa Indonesia. Dengan bahasa yang sederhana, interpretasi dari bait-bait kitab hikam yang agung tersebut telah diaplikasikan dalam bahasa kehidupan sehari-hari yang sederhana pula. Dengan latar belakang penulis sebagai orang lapangan (praktisi), yang tentunya telah kenyang makan asam garam kehidupan, maka hasilnya, buku ini tidak hanya tertulis secara teoritis saja, namun juga dengan bahasa rasa yang membumi.
Di dalam buku ini, penulis berusaha mengembalikan segala permasalahan hidup kepada pokok dan pangkalnya. Sumber segala kehidupan yaitu Allah SWT. yang terkadang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia. Padahal disana terdapat hidayah, bimbingan, pertolongan dan jalan keluar untuk menyelesaikan segala permasalahan. Sebagian besar manusia seringkali terjebak dengan ilmu dan akalnya saja, sehingga mereka cenderung mengelola kehidupan ini hanya dengan kemampuan yang dimiliki tanpa menyertakan pemberian Allah yang paling berharga yang sudah ada didekatnya, yakni potensi hatinya. Akibatnya, kemajuan usaha itu sering kali terhambat justru dengan ilmu dan akal itu karena di dalam ilmu dan akal manusia banyak keterbatasan.
Dengan mengembalikan pengelolaan hidup sejak dini kepada pangkal kehidupan itu, diharapkan, apa saja yang sedang diusahakan manusia, baik untuk kemajuan usaha ataupun menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi, mendapatkan kemudahan dari Dzat yang menciptakan kehidupan itu.
Oleh karena itu, buku ini sangat menyejukkan hati pembacanya ketika hati itu—kadang kala—sedang panas. Seperti filter, isi buku ini mampu menjernihkan akal pembacanya yang kadang-kadang keruh akibat kesibukan hidup yang memaksakan kehendak, sehingga setelah meresapi buku ini akal yang asalnya keruh itu menjadi jernih kembali.
Hidup ini, apapun yang terjadi, sesungguhnya tidak ada aturan yang salah di dalamnya. Hal itu disebabkan, karena kehidupan alam ini adalah ciptaan Rabbul Alamin, Sang Maha Pencipta Yang Maha Sempurna. Jika di sana ternyata ada anugerah dan musibah, berarti keduanya adalah buah yang dipetik dari amal perbuatan manusia itu sendiri. Itulah bagian dari hiasan dan pernak-pernik bumi, walau anugerah dan musibah terkadang bisa menjadi penyebab kehancuran manusia. Tinggal bagaimana setiap individu menanam benih kehidupannya. Jika seseorang menanam benih kebaikan maka kebaikan pula yang akan dipetik sebagai buahnya. Jika mereka menanam benih kejelekan maka kejelekan pula yang akan dipetik sebagai buahnya. Itulah sunnatullah. Sejak sunnah itu diciptakan, sampai kapanpun tidak akan terjadi perubahan di dalamnya. Allah Maha Adil. Apabila manusia ingin merasakan keadilan-Nya, mereka harus mampu menyikapi realita dan fenomena dengan adil. Jika tidak, maka Allah akan menunjukkan keadilan-Nya dengan musibah atau fitnah.
Orang yang sedang susah hati karena dirundung masalah hidup yang tidak ringan, orang tersebut pasti membutuhkan orang lain untuk menghibur dirinya. Membutuhkan kawan untuk tempat ‘curhat’. Jika teman yang dibutuhkan itu belum ditemukan, barangkali buku ini bisa sebagai gantinya. Buku ini bisa dijadikan pelipur lara untuk sementara, karena memang untuk itu buku ini tercipta. Buku ini terdiri dari banyak bab, yang setiap babnya mempunyai spesifikasi pembahasan yang seakan berbeda, namun sesungghnya sama. Berupa solusi-solusi kehidupan yang cantik dalam menyikapi realita yang tidak dikehendaki, merupakan bagian yang paling sarat di dalamnya, maka pembaca tinggal memilih bab mana yang paling dibutuhkan untuk menghibur kesusahan hatinya saat itu.

ILMU LADUNI

Desember 9, 2008

ILMU LADUNI (buah ibadah dan tawasul)

ilmu laduni

ILMU LADUNI (buah ibadah dan tawasul)
Karya MUHAMMAD LUTHFI GHOZALI
Halaman xvi+552. Ukuran 14×20 (HK)
ISBN 979 – 152961 – 2

Harga : Rp 80 000,- Dickon 30% (belum ongkos kirim)

Buku ini lanjutan buku yang berjudul Tawasul. Sebagai sebab yang harus dibangun oleh seorang salik di jalan Allah, apabila tawasul dilaksanakan dengan sempurnan, maka ‘ilmu laduni’ akan didatangkan kepadanya sebagai akibat dengan sempurnan pula. Oleh karena itu, Ilmu Laduni ini bukanlah ilmu yang dihasilkan dari membaca tulisan atau buku, melainkan didatangkan Allah dari perbendaharaannya yang rahasia sebagai buah ibadah. Didatangkan sebagai buah dzikir dan mujahadah yang terbimbing oleh guru ahlinya. Yakni guru mursyid thoriqoh yang suci lagi mulia yang setiap saat ditawasuli. Allah Ta’ala menyatakan keberadaan ilmu tersebut dengan firmanNya: “Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu”. (QS.al-Baqoroh/282).

Datangnya ilmu laduni ini melalui bisikan hati atau inspirasi dan ilham di dalam kalbu seorang hamba. Hati yang bersih dari kotoran dan karakter duniawi yang tidak terpuji. Ilmu tersebut merupakan ilmu warisan sebagai ‘sirr’ atau rahasia ibadah dan hidmah. Ilmu warisan melalui rahasia amaliah guru-guru ruhaniah yang ditawasuli setiap saat. Ilmu tersebut merupakan ilmu pengetahuan yang universal dan “rahmatan lil alamiin”. Pemahaman hati yang mampu menjadikan rongga dada seorang hamba menjadi lapang baik dalam keadaan susah maupun senang sehingga menghantarkan manusia kepada keberhasilan hidup, baik kehidupan dunia, agama maupun akhirat. Berbentuk Ilmu Intuisi yang dihasilkan dari perpaduan antara ilmu, iman dan amal.

Buku ini terdiri dari beberapa bab dan sub bab sebagai berikut:
ILMU LADUNI
Bukan Hasil Sulapan
Sebab-Sebab ILMU LADUNI
Sebab Pertama:
RAHMAT SEBELUM ILMU
Contoh Ilmu Laduni Yang Pertama NUR MUHAMMADIYAH
Buah Cinta yang Hakiki
Contoh Ilmu Laduni Yang Kedua Perjalanan Nabi Musa Mencari Nabi Khidir as.
Perjalanan Tahap Pertama
Pencerahan Spiritual
Perjalanan Tahap Kedua
Perjalanan Tahap Ketiga
Mengenali Potensi Hati
Tiga Jebakan yang Mematikan
Rahasia Di Balik Tiga Jebakan
Kunci Pembuka Tabir Rahasia
Dua Sifat yang Berbeda
Contoh Ilmu Laduni Yang Ketiga Ilmu yang Diajarkan Allah Kepada Nabi Adam as.
MENGENALI IRODAH
Cara Mengenali Diri Sendiri
Bagian – bagian ILMU LADUNI
Membeli Akhirat dengan Dunia
Menjaga ILMU LADUNI
Karena Ada Yang Dilupakan
Sebab Kedua: BUAH TAKWA
Keutamaan Ilmu Pengetahuan
Penutup yang Dibuka
Hakikat Takwa Menurut Pandangan Sufi
Sebab Ketiga:
PROSES NUBUWAH ATAU WALAYAH
Matahari Hati
Pembagian Manusia Mengikuti Qodratnya
Tamsil Tentang Sebuah Kebangkitan
Pembuka Tujuh Pintu
Dzikir, Membuka Penutup Jalan
Sebab keempat:
ILMU YANG DIWARISKAN
Jenis-jenis Ilmu Al-Qur’an
Cara Mewarisi ILMU LADUNI
Kendaraan yang Menyampaikan
TAWAJJUH DAN WIJHAH
ISLAM CAMPUR KAFIR
Hijab Manusia
Di Balik Kesulitan Ada Kemudahan
Alat Perasa
Proses Perjalanan Ilmu Pengetahuan
Pembagian Hijab
BAHAYA SOMBONG
Mencintai yang Memberi
Dengan yang Halal, Bisa Jadi Surga dan Bisa Juga Neraka
CERFIK (cerita fiktif)
PENUTUP