RUQYAH dampak dan bahayanya
Karya: MUHAMMAD LUTHFI GHOZALI
Halaman. xxiv + 238. Ukuran.10×15
Harga : Rp 25 000,- Diskon 30% (belum ongkos kirim)
Buku ini ditulis saat masih marak-maraknya pelaksanaan ruqyah yang dilaksanakan oleh beberapa kalangan. Ruqyah tersebut dilakukan dengan berlebih-lebihan bahkan ditayangkan dalam beberapa media TV dengan judul “Kehebatan Ruqyah”. Sehingga saat itu timbul imege di masyarakat, seakan-akan tidak ada lagi amalan yang lebih hebat daripada ruqyah. Ruqyah yang sedang marak itu, yang oleh sebagaian kalangan dikatakan sebagai sarana untuk mengeluarkan jin dari dalam tubuh manusia, oleh penulis ternyata dianggap sebaliknya. Penulis beranggapan ruqyah tersebut justru membantu dan mempermudah jin untuk menguasai kesadaran manusia dan bahkan dapat berdampak membahayakan bagi kelangsungan hidup manusia. Berangakat dari ilmu dan pengalaman penulis yang kebetulan kegiatan kesehariannya disamping sebagai pengasuh pondok juga menangani pasien orang kesurupan dan terkena penyakit jin, setelah penulis melihat tayangan ruqyah di TV, dengan serta merta penulis menulis buku ini. Buku setebal hampir 400 halaman ini(saat itu belum dipecah menjadi tiga jilid) berhasil dirampungkan hanya dalam waktu 30hari. Hal itu semata-mata karena terdorong oleh kepedulian penulis kepada masyarakat.
Terhadap pelaksanaan ruqyah tersebut, bukan dalil-dalilnya yang perlu diteliti kembali, tapi pelaksanaannya yang sedang marak. Yakni sekelompok orang membacakan ayat-ayat suci al-Qur’an al-Karim kepada orang-orang yang sadar kemudian sebagian mereka menjadi kesurupan jin, para pendengar itu muntah-muntah serta kencing di tempat. Mereka mengatakan perbuatan itu adalah ruqyah sebagaimana yang dibenarkan oleh Nabi SAW. Orang yang asalnya sadar, dibacakan al-Quran menjadi kesurupan jin, mengapa hal seperti itu dikatakan mengobati?. Kalau ruqyah tersebut mengobati, bukankah seharusnya orang yang sedang tidak sadar diruqyah menjadi sadar, bukan sebaliknya? Dengan dilandasi pengalaman panjang serta dalil-dalil yang cukup, maka tertulislah buku ini.
Selama kurun waktu 2 tahun ini, banyak pembaca buku tersebut datang ke Ponpes untuk menemui penulis. Sebagian mereka menyadari kesalahnya dan sebagain lagi mengajak berdialog. Disamping itu juga, ada yang datang dari jauh-jauh untuk memperdalam ilmu yang sudah dibaca. Alhamdulillah para pendatang itu pulang dengan hati puas. Untuk memudahkan para pembacanya, buku yang asalnya satu tersebut dipecah menjadi tiga jilid. Masing-masing jilid dengan judul yang berbeda. Di dalam buku tersebut, ada pembahasan yang lebih penting daripada pembahasan tentang ruqyah, yakni tentang penyakit pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh kesurupan jin. Tentang penyakit tersebut penulis telah membeberkan dalam buku ini dengan gamblang sekaligus cara pencegahan dan menanggulangannya. Untuk itu, meski pelaksanan ruqyah sekarang ini sudah tidak semarak dahulu, buku ini tetap penting dibaca. Mengapa demikian? karena sepanjang kehidupan manusia masih ada, penyakit yang ditimbulkan oleh gangguan jin itu masih tetap mengancam siapa saja.
Buku ini terdiri dari beberapa bab dan sub bab sebagai berikut
BAB PERTAMA : “RUQYAH” BUKAN MENGELUARKAN JIN DARI TUBUH MANUSIA TETAPI JUSTRU MEMBANTU MEMASUKKANNYA
· ALASAN PERTAMA : Menjual Ayat Dengan Harga Murah
· ALASAN KEDUA : Beramal Tanpa Bimbingan Guru
· ALASAN KETIGA : Membaca Dalam Keadaan Lalai
· ALASAN KEEMPAT : Sihir Jin Yang Ditiupkan
· ALASAN KELIMA : Ancaman Yang Mengelilingi
· ALASAN KEENAM : Jin Mana Yang Akan Dikeluarkan Dari Tubuh Manusia……?
BAB KEDUA : TIGA HAL YANG MENJADIKAN PENYEBAB JIN DAPAT DENGAN MUDAH MENGUASAI KESADARAN MANUSIA
· MANUSIA KESURUPAN JIN
· Dosa Syirik Adalah Dosa Yang Tidak Diampuni
TIGA SEBAB YANG DAPAT MERUSAK PENJAGAAN MALAIKAT ATAS MANUSIA
· SEBAB PERTAMA : Memasuki Atau Merusak Habitat Jin Dengan Cara Yang Tidak Benar
· SEBAB KEDUA : Karena Rasional Dalam Keadaan Tidak Berdaya Menghadapi Realita Sehingga Emosional Dominan Menguasai Jalan Hidup Manusia
· SEBAB KETIGA : Karena Kondisi Manusia Lemah, Baik Dhohir Maupun Batin Akibat Terlalu Sering Diperdaya Makhluk Jin, Selanjutnya Manusia Dimasuki Jin Qorin.
SERI MENGUAK DUNIA JIN JILID 2
Penyakit yang Ditimbulkan Akibat Gangguan Jin
Karya: MUHAMMAD LUTHFI GHOZALI
Halaman xxii + 202. Ukuran 10×15
Harga : Rp 25 000,- Diskon 30% (belum ongkos kirim)
Diantara jenis penyakit pada tubuh manusia yang diakibatkan gangguan jin ada yang disebut penyakit ‘Ain (atau penyakit yang diakibatkan pandangan mata orang jahat dan hasud). Rasulullah SAW. mengabarkan di dalam hadisnya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah SAW. berkata: Rasulullah SAW. bersabda: Penyakit ‘Ain; Penyakit akibat pandangan mata adalah benar . HR Bukhori Dan Muslim.
Diriwayatkan dari Aisyah berkata: Rasulullah SAW. pernah menyuruhnya supaya membaca jampi (ruqyah) untuk mengelak dari penyakit ‘Ain . HR Bukhori dan Muslim.
Penyakit ‘Ain adalah jenis penyakit dimensi jin yang timbul akibat sorot mata orang yang hasud dan benci kepada orang lain. Dengan media sorot mata kebencian itu jin menyusupkan tehnologinya kepada orang yang dipandang sehingga orang tersebut menjadi sakit.
Bentuk fisik penyakit ini berbentuk “angin dimensi jin” yang dimasukkan jin ke dalam tubuh manusia. Jika angin jin itu terlanjur masuk, maka orang yang terkena akan merasakan sakit di seluruh tubuhnya. Sumber sakit itu tidak tentu arahnya dan kadang-kadang berpindah tempat. Ketika orang yang sakit itu berobat secara medis, dokter tidak menemukan tanda-tanda penyakitnya. Khusus bagi kaum hawa, biasanya pusat rasa sakit tersebut ada di rahim dan payudara. Jika sumber penyakit tersebut tidak segera terobati, maka dari sebab penyakit dimensi jin itu bisa jadi akan timbul penyakit kanker dan tomor.
Yang lebih berbahaya lagi, dengan gejala sakit seperti itu, melalui para dukun dan para tukang ramal, setan jin mengembangkan fitnah kepada manusia. Penyakit tersebut dikatakan santet atau sihir. Oleh karena itu, penyakit ini menjadi sangat berbahaya dalam beberapa hal. Pertama, kualitas penyakit itu akan mengikuti kualitas kejahatan orang yang melihat. Dua, sangat rentan menimbulkan fitnah, karena penyakit itu sangat berkaitan erat dengan urusan orang yang melemparkan pandangan kepada orang yang sakit. Hal itu bisa terjadi, karena ketika dukun yang menangani orang sakit itu melihat dengan kekuatan hayalnya, maka yang tampak dalam bayangan hayal itu adalah orang yang melempar pandang kepada orang yang sakit itu. Dalam keadaan seperti itu, dukun tersebut menyimpulkan bahwa yang menyantet si pasien itu adalah orang yang bayangannya tampak di dalam penglihatan hayal tersebut. Ini juga merupakan tipudaya jin. Dengan tipudaya seperti itu, maka terjadilah sumber fitnah diantara manusia. Demikian itu sekilas bahasan yang dapat kita baca dalam buku ini. Buku ini terdiri dari beberapa bab dab sub bab sebagai berikut.
BAB KETIGA : PENYAKIT MANUSIA YANG DITIMBULKAN AKIBAT GANGGUAN MAKHLUK JIN
· PENYAKIT PADA TUBUH MANUSIA
· PENYAKIT PADA KESADARAN MANUSIA
· PENYAKIT DALAM HATI MANUSIA
· SUMBER SEGALA PENYAKIT HATI
· APAKAH MANUSIA DAPAT MELIHAT JIN?
BAB KEEMPAT : LIMA TAHAP YANG HARUS DILEWATI JIN UNTUK MENGUASAI KESADARAN MANUSIA
· TAHAP PERTAMA : Sunnah Yang Terfasilitasi
· TAHAP KEDUA : Dengan Suara Yang Ditusukkan Dalam Wilayah Kesadaran
· TAHAP KETIGA : Ditarik Masuk Ke Dalam Dimensi Alam Jin
· TAHAP KEEMPAT : Jin Bersekutu Dengan Manusia Dalam Urusan Harta Dan Anak
· Sejak Kapan Jin Bersekutu Dengan Manusia Di Dalam Urusan Keturunan…?
· HIKMAH DAN RAHASIA AQIQOH
· PENDIDIKAN ANAK SECARA ISLAMI
· TAHAP KELIMA : Memberikan Janji Bohong
· Serba Serbi Dunia Jin Di Seputar Jasad Manusia
Harga : Rp 25 000,- Diskon 30% (belum ongkos kirim)
Cuplikan Dari buku menguak dunia jin jld 2
Apakah Manusia Bisa Melihat Jin…..?
Jika yang dimaksud melihat Jin dalam arti melihat dengan mata kepala maka manusia tidak dapat melakukannya, Allah Ta’ala menegaskan hal tersebut dengan firman-Nya:
إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ
Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. QS:7/27.
Demikian pula yang dinyatakan Ibnu Abbad r.s dalam sebuah hadis Nabi s.a.w. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. berkata:
مَا قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْجِنِّ وَمَا رَآهُمُ
Yang artinya: Rasulullah saw tidak membacakan al-Quran kepada jin dan tidak pula melihat mereka.
Kisahnya sebagai berikut: Suatu saat ketika baginda Nabi saw. dalam perjalanan bersama para Sahabat ra. menuju pasar Ukaz, tepat pada saat itu, antara syaitan jin dan berita dari langit sedang dihalangi dan mereka dilempari dengan panah berapi. Maka merekapun kembali kepada kaum mereka, dan mereka berkata : Antara kami dan berita dari langit telah dihalangi dan kami dilempari dengan panah berapi. Kaum mereka berkata : pasti telah terjadi sesuatu yang luar biasa di muka bumi, coba pergilah menyebar ke bumi, baik di sebelah timur maupun baratnya, carilah apa menjadi penyebabnya, sehingga antara kita dan berita dari langit menjadi terhalang. Mereka pun pergi ke bumi di sebelah timur dan baratnya. Dan diantara mereka ada yang menuju arah Tihamah yaitu mengikuti arah perjalanan Nabi saw. bersama para sahabat ra. Saat itu Baginda Nabi saw sedang berada di bawah pohon kurma dalam perjalanan menuju ke pasar Ukaz dan Baginda Nabi saw. sedang melaksanakan sholat Subuh bersama para Sahabat. Ketika mereka (sekelompok jin) itu mendengarkan al-Quran dibaca, mereka memerhatikannya dan berkata : Inilah yang menjadikan kita terhalang dengan berita dari langit. Maka merekapun kembali kepada kaum mereka lalu berkata: Wahai kaumku :
( إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا )
Yang artinya: Sesungguhnya aku telah mendengar bacaan yang mengagumkan, yang dapat menunjukkan kita kepada kebenaran, maka aku beriman kepadanya dan tidak akan menyekutukan Tuhanku dengan siapapun. Maka Allah SWT. menurunkan kepada nabi-Nya Muhammad saw dengan firman-Nya:
( قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ )
Yang artinya: Katakanlah, telah diwahyukan kepadaku, bahwasanya sekumpulan jin telah mendengar bacaan al-Quran
1. Riwayat Bukhori di dalam Kitab Azan Hadits Nomor 731
2. Riwayat Muslim di dalam Kitab Sholat Hadits Nomor 681
3. Riwayat Tirmidzi di Dalam Kitab Tafsir Al-Qur’an Hadits Nomor 3245-3247.
Jika yang dimaksud melihat jin dalam arti mengenali, maka untuk hal tersebut orang tidak harus menggunakan mata kepala. Orang bisa mengenali suatu benda dengan indera yang dimiliki, dengan penciuman atau pendengaran, asal dengan itu orang tersebut dapat mengenali sesuatu maka boleh dikatakan ‘rukya’ atau melihat. Semisal orang buta mampu mengenali uang kertas, padahal dia tidak pernah melihat uang itu dengan matanya. Dengan mencium orang dapat mengenali kwalitas tembakau, dan dengan mendengar orang dapat mengenali seseorang melalui suaranya. Orang bisa mengenali suara, tetapi suara itu tidak dapat dilihat dengan mata kepala melainkan didengarkan dengan indera pendengaran. Meski hanya dengan pendengaran, ketika seseorang dapat mengenali suatu benda, maka orang itu berarti mengenali benda tersebut.
Seperti orang makan salak secara terus-menerus sehingga menjadi tahu dengan persis bahwa salak yang dimakan itu salah pondoh, orang tersebut berarti orang yang kenal salak pondoh. Bahkan semakin ahli, semakin itu pula dia dapat mengetahui dengan tepat terhadap segala jenis-jenis salak secara spesifik. Melihat jin itu tidak harus dengan mata kepala, yang pasti jin itu ada, jin melihat manusia tetapi manusia tidak dapat melihat jin. Kehidupan jin itu dekat dengah kehidupan manusia, hanya saja manusia tidak dapat merasakannya. Demikianlah yang dinyatakan Allah dengan firman-Nya.
Oleh karena alam jin adalah alam yang ghaib bagi indera lahir manusia, untuk mengenalinya, maka dengan indera yang lahir itu seorang hamba wajib mengimani apa-apa yang disampaikan oleh Allah Ta’ala dengan wahyu-Nya. Ketika alam jin dinyatakan Allah Ta’ala dengan firman-Nya, maka kewajiban manusia harus mengimaninya, selanjutnya, dengan kemampuan imaginasi yang ada manusia harus bersungguh-sungguh mengadakan penelitian dengan cara yang benar, hasilnya, dengan ilmu Allah dan izin-Nya manusia akan dibukakan penutup matanya sehingga mereka mendapatkan sesuai yang diharapkan. Ketika Allah SWT. berfirman:
وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحِجْرًا مَحْجُورًا- الفرقان:25/53
Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi. QS:25/53.
Maka manusia harus mengimani firman Allah Ta’ala itu, karena hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui keadaan makhluk-Nya. Menurut ayat diatas, alam manusia bagaikan samudera dan alam jin juga bagaikan samudera, namun antara keduanya dibatasi oleh barzah atau ruang waktu dan dinding-dinding yang membatasi. Maksudnya, alam manusia adalah suatu dimensi dan alam jin juga merupakan suatu dimensi, namun masing-masing dimensi itu dibatasi oleh dimensi lain pula. Seperti alam mimpi adalah dimensi dan alam jaga juga merupakan dimensi, namun masing-masing tersebut dibatasi oleh dimensi yang lain yaitu alam tidur. Alam tidur dikatakan sebagai pembatas antara alam sadar dengan alam mimpi, karena tidak semua orang tidur pasti bermimpi, hal ini membuktikan bahwa alam tidur berbeda dengan alam mimpi.
PENAMPAKAN YANG MENGHANTUI HAYAL MANUSIA
gambar jin ?
Ketika seseorang mendapatkan penampakan, baik sebagai buah wirid dan mujahadah yang mereka lakukan atau karena ingatannya sedang sakit, mereka mengira, penampakan-penampakan itu merupakan bentuk jin yang asli, padahal sesunguhnya bukan, karena tidak ada yang dapat mengetahui bentuk jin kecuali hanya Allah Ta’ala. Penampakan-penampakan tersebut hanyalah bentuk gambar (visual) yang ditusukkan jin ke dalam alam hayal manusia, hal itu bisa terjadi, karena orang tersebut sebelumnya telah menghayal jin sesuai dengan hayalannya sendiri. Oleh karena itu, apabila orang-orang yang mendapatkan penampakan itu sebelumnya menghayal jin dalam bentuk putih-putih maka penampakan yang muncul berupa gambar putih-putih, jika mereka membanyakan jin dalam gambaran hitam-hitam maka penampakan yang muncul berupa hitam-hitam. Penampakan-penampakan itu sesungguhnya hanyalah hasil sihir jin dengan mengambil hayalan manusia kemudian dibentuk menjadi visual dan dimasukkan kembali ke dalam bilik hayal manusia tersebut. Dalam kaitan ini banyak orang ahli wirid dan mujahadah terperangkap di dalam tipudaya setan jin. Terlebih lagi ketika penampakan itu kemudian mengeluarkan suara dan mengaku sebagai ruh wali, maka ahli wirid itu menghadapi jebakan setan jin yang sangat mematikan. Sedikit demi sedikit mereka akan dijadikan orang sombong, karena merasa mempunyai kelebihan di atas orang lain.
Orang tidak dapat melihat jin karena mata lahirnya sedang ditutupi, atau karena sorot pandangnya sedang terhalang oleh hijab-hijab basyariah. Ketika hijab-hijab itu dihapus sehingga penutupnya menjadi terbuka, hal ini bisa terjadi sebagai buah ibadah yang dijalani, maka dengan izin-Nya manusia dapat merasakan keberadaan jin. Allah telah mengisyaratkan hal tersebut dengan firman-Nya:
لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ
“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”. QS:50/22.
Walaupun seandainya manusia dapat melihat jin karena sorot matanya telah menjadi tajam sehingga tembus pandang dan ketika ternyata bentuk jin itu tidak sama dengan segala bentuk yang ada di dunia, dapatkah orang tersebut mencontohkannya kepada orang lain di dunia…? Ketika pandangan mata manusia telah menjadi tembus pandang karena penutupnya telah dibuka, berarti saat itu manusia tidak melihat dengan mata lahir melainkan dengan mata batin atau matahati, karena hanya dengan matahati itu seseorang dapat melihat alam yang dighaibkan terhadap mata dhohir. Keadaan yang dilihat oleh matahati , sebagaimana yang disebutkan di atas, dapatkah hal tersebut diperlihatkan kepada orang lain melalui mata lahirnya? Tentunya tidak bisa, keadaan itu seperti orang dapat mengenali suara dengan indera pendengaran, dapatkah suara itu kemudian dikenalkan kepada orang lain melalui indera penciuaman, semata-mata karena indera pendengaran orang tersebut sedang dalam keadaan rusak….?
Walhasil, apa saja yang dapat dicontohkan oleh manusia tentang bentuk jin melalui gambar-gambar yang dapat dilihat oleh mata lahir manusia yang lain, sesungguhnya itu hanyalah kebohongan belaka, baik kebohongan yang disebarkan oleh jin terhadap manusia yang dapat dibohongi maupun oleh manusia yang memang pekerjaannya suka berbuat kebohongan. Sesungguhnya bentuk asli jin itu tidak mungkin dapat dilihat manusia dengan panca inderanya melainkan hanya dapat dilihat dengan indera batin yang disebut matahati. Hanya Allah Ta’ala Yang Maha Mengetahui kepada segala ciptaan-Nya. ( Uraian dalam tulisan ini masih banyak hal yang disampaikan secara rahasia karena menyangkut hal yang memang harus dirahasiakan, oleh karena itu diharapkan para pembacanya tidak serta merta memperdalam kecuali dengan bimbingan ahlinya, malfiali)
PENYAKIT AKIBAT GANGGUAN JIN
Sebagai dampak kesurupan jin, pasca kesurupan itu orang tersebut bisa kejangkitan penyakit jin atau yang disebut penyakit non medis. Apabila penyakit jin ini menyerang wilayah kesadaran, berarti orang tersebut menjadi hilang ingatan atau gila. Apabila menyerang jasad berarti orang tersebut terkena penyakit jin. Penyakit jin yang menyerang jasad ini bentuk wujudnya berupa angin dimensi jin. Angin itu masuk ke badan manusia kemudian menempel di salah satu bagian organ tubuhnya. Apabila menyerang kaum ibu, kedudukan angin jin tersebut seringkali menempel di bagian payudara dan rahim. Ibarat tanah liat ketika dibakar akhirnya menjadi batu bata, maka seperti itu pula ketika makhluk jin yang asal kejadiannya api itu tinggal di dalam jasad manusia yang asal kejadiannya tanah, maka anggota tubuh yang ditempeli itu terbakar sehingga mengeluarkan reaksi. Awalnya mengeluarkan lendir, kemudian lendir itu menjadi darah lalu menjadi segumpal daging. Ketika dampak angin jin itu sudah berbentuk daging, apabila dideteksi secara medis, maka gejala sakit itu di-indikasikan sebagai tumor atau kanker, bahkan merupakan tumor atau kanker ganas dalam arti ketika daging penyakit itu diangkat menyebabnya seketika menjalar ke tempat lain. Maka orang yang terkena tumor atau kanker yang penyebabnya benda jin ini meski berkali-kali tumornya diangkat secara medis, sakitnya tidak kunjung sembuh, bahkan semakin membahayakan karena sumber tumor tersebut malah berkembang biak.
Gejala awal, orang yang terkena penyakit jin ini sekujur tubuhnya terasa sakit, bahkan terkadang sumber sakitnya berpindah-pindah tempat. Seperti ada angin yang berjalan di sekujur tubuh. Tanda-tanda kalau sakit tersebut akibat benda jin, ketika orang yang sakit itu diperiksakan secara medis, dokter yang memeriksa tidak menemukan penyebabnya. Dokter yang satu mengatakan sakit ini dan dokter yang lain mengatakan sakit yang lain pula. Ketika penyakit tersebut diobatkan ke dukun, maka dukun itu seringkali menvonis sebagai terkena sihir atau santet, padahal orang sakit seperti tersebut tidak selalu akibat disantet orang. Bahayanya lagi apabila yang dituduh berbuat santet itu kerapkali disebutkan oleh dukun itu secara jelas. Akibatnya, usaha pengobatan melalui dukun itu kerapkali tidak menjadikan orang yang sakit menjadi sembuh, bahkan malah menyebabkan timbul fitnah berkepanjangan dan berbuntut menjadi permusuhan yang tiada henti.
Secara ilmu agama, penyakit yang penyebabnya angin jin itu memang ada dan terkadang hasil ulah manusia dengan memanfaatkan fasilitas yang ada pada dimensi jin. Manusia bekerja sama dengan jin yang lazim dikatakan santet atau sihir. Dari dahulu sihir itu memang ada dan bahkan Rasulullah s.a.w. pernah terkena sihir yang dilakukuan oleh orang Yahudi. Sebagaimana yang telah dikabarkan oleh sebuah hadits.
Diriwayatkan dari Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw pernah disihir oleh orang Yahudi dari Bani Zuraiq yang bernama Labid bin al-A’sham sehingga Rasulullah saw merasakan seolah-olah berbuat sesuatu yang bukan perbuatannya. Pada suatu hari atau suatu malam Rasulullah saw berdoa dan terus berdoa, kemudian beliau bersabda: Wahai Aisyah, apakah engkau merasa bahwa Allah telah memberiku pertunjuk mengenai apa yang aku mohonkan kepada-Nya ? Dua Malaikat telah datang kepadaku. Salah satunya duduk di samping kepalaku dan yang satu lagi duduk dekat kakiku. Malaikat yang berada di samping kepalaku berkata kepada Malaikat yang berada dekat kakiku atau sebaliknya:
مَا وَجَعُ الرَّجُلِ قَالَ مَطْبُوبٌ قَالَ مَنْ طَبَّهُ قَالَ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ قَالَ فِي أَيِّ شَيْءٍ قَالَ فِي مُشْطٍ وَمُشَاطَةٍ وَجُفِّ طَلْعَةِ ذَكَرٍ قَالَ فَأَيْنَ هُوَ قَالَ فِي بِئْرِ ذِي أَرْوَانَ , قَالَتْ : فَأَتَاهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أُنَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ ثُمَّ قَالَ : يَا عَائِشَةُ وَاللَّهِ لَكَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ وَلَكَأَنَّ نَخْلَهَا رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ
Yang artinya: Apa sakit orang ini ? Yang ditanya menjawab: Tersihir. Seorang lagi bertanya: Siapakah yang menyihirnya ? Yang satu lagi menjawab: Labid bin al-A’sham Salah seorang bertanya: Di manakah sihir itu ditempatkan ? Yang satu lagi menjawab: Pada sisir dan rambut yang jatuh pada sisir serta simpul yang dibuat dari akar kurma jantan. Salah satunya bertanya : Di manakah benda itu diletakkan ? Yang satu lagi menjawab: Di dalam telaga Zu Arwan. Aisyah ra meneruskan : Lalu Rasulullah saw pergi ke telaga tersebut bersama-sama para Sahabat. Kemudian baginda bersabda: Wahai Aisyah demi Allah, seakan-akan air telaga itu berwarna kuning kemerah-merahan dan akar-akar kurma yang ada di situ bagaikan kepala-kepala syaitan. Aku (Aisyah) bertanya: Ya Rasulullah, mengapakah engkau tidak membakar saja benda itu ? Rasulullah saw menjawab: Tidak. Mengenai diriku, Allah telah berjanji akan menyembuhkanku dan aku tidak suka membuatkan orang banyak menjadi resah, oleh karenanya aku menyuruh menanamnya.
· Riwayat Bukhari di dalam Kitab Pengobatan hadits nomor 5324.
· Riwayat Muslim di dalam Kitab Salam hadits nomor 4059.
· Riwayat Ibnu Majah di dalam Kitab Pengobatan hadist nomor 3535.
Penyakit non medis itu memang terkadang akibat disihir orang jahat, namun juga terkadang akibat orang kesurupan jin. Apabila kita menemukan gejala sakit sebagaimana disebutkan di atas, maka sebaiknya kita tidak hanya melakukan upaya pengobatan secara medis saja, namun juga secara non medis. Dalam arti memeriksakan sakit tersebut kepada ahlinya. Banyak hal yang bisa menyebabkan orang terkena penyakit non medis. Tidak hanya dari dimensi jin saja, namun juga terkadang dari akibat pola pikir yang tidak sehat. Yang asalnya pola pikir tidak sehat, ketika terjadi ketidakseimbangan antara emosional, rasional dan spiritual sehingga pikiran orang menjadi bleng, pikiran yang bleng tersebut bisa dimanfaatkan oleh jin untuk memasukkan penyakit dalam tubuh manusia yang diincarnya.
Untuk mendiagnosa penyakit tersebut, dibutuhkan orang yang matahatinya cemerlang. Sorot matanya mampu menembus beberapa lapisan dimensi yang ada sehingga dia benar-benar mampu menemukan penyebab penyakit tersebut. Orang yang demikian itu bukan seorang dukun yang memang sengaja membuka praktek untuk mencari uang. Namun mereka itu adalah orang-orang ahli ibadah yang hatinya ihlas. Mereka menolong manusia semata-mata mengamalkan ilmu yang dimiliki sebagai bentuk wujud pengabdian kepada Tuhannya secara horizontal. Sebagai buah ibadah yang dilakukan, hati mereka menjadi bersih dari kepentingan dunyawiyah sehingga sorot matanya menjadi tembus pandang. Setelah diagnosa sudah dilakukan dengan benar, biasanya cara penyembuhannya malah menjadi mudah, bahkan lebih mudah daripada diagnosanya. Hal tersebut bukan berarti ahli ibadah itu dapat menyembuhkan orang sakit, tetapi melalui tangannya, Allah Yang Maha Menyembuhkan memberikan kesembuhan kepada orang yang harus ditolong tersebut.
Banyak hal yang bisa kita bicarakan tentang penyakit non medis ini, namun karena luasnya ilmu tersebut, maka tidak mungkin dapat diuraikan secara mendetail dalam bahasa tulisan yang terbatas, kecuali ditindaklanjuti dengan cara berdialog secara interaktif kasus per kasus. Oleh karena itu, apabila pembaca ingin memperdalam pembicaraan silahkan memanfaatkan ‘rubrik konsultasi’ untuk bertukar fikiran dengan penulis. Semoga Allah Ta’ala membukakan pintu hidayah-Nya untuk kita dan memberikan hikmah guna memahami romantika kehidupan ini.(malfiali)
Hikmah Aqiqoh dalam Prespektif Penyembuhan Penyakit
Sejak seorang suami memancarkan sperma kepada istrinya, lalu sperma itu berlomba-lomba mendatangi panggilan indung telur melalui signyal kimiawi yang dipancarkan darinya, sejak itu tanpa banyak disadari oleh manusia, sesungguhnya setan jin sudah mengadakan penyerangan kepada calon anak mereka. Hal tersebut dilakukan oleh jin dalam rangka membangun pondasi di dalam janin yang masih sangat lemah itu, supaya kelak di saat anak manusia tersebut menjadi dewasa dan kuat, setan jin tetap dapat menguasai target sasarannya itu. Maka sejak itu pula Rasulullah saw. telah mengajarkan kepada umatnya cara menangkal serangan yang sangat membahayakan itu sebagaimana yang disampaikan Beliau saw. melalui sabdanya berikut ini :
حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا *
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a berkata: Rasulullah s.a.w pernah bersabda: apabila seseorang diantara kamu ingin bersetubuh dengan isterinya hendaklah dia membaca:
بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
Yang artinya: Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Wahai Tuhanku! Jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami. Sekiranya hubungan aantara suami istri itu ditakdirkan mendapat seorang anak. Anak itu tidak akan diganggu oleh setan untuk selamanya
· Riwayat Bukhari di dalam Kitab Nikah hadits nomor 4767.
· Riwayat Muslim di dalam Kitab Nikah hadits nomor 2591.
· Riwayat Tirmidzi di dalam Kitab Nikah hadist nomor 1012.
· Riwayat Abu Dawud di dalam Kitab Nikah hadits nomor 1846.
Disaat manusia sedang menjalani bagian kehidupan yang paling nikmat, mereka tidak boleh lupa diri. Mereka tidak boleh lupa kepada Allah Ta’ala. Kebahagiaan hidup itu harus dimulai dengan berdzikir menyebut asma-Nya dan membaca do’a. Hal itu harus dilakukan, supaya kebutuhan biologis manusiawi tersebut dinilai sebagai amal ibadah. Ketika perbuatan yang sering menjadikan manusia lupa diri itu menjadi amal ibadah, disamping mereka mendapatkan pahala yang besar, juga apa saja yang ditimbulkan darinya akan menjadi buah ibadah. Oleh karena ibadah berarti menolong di jalan Allah, maka Allah Ta’ala akan selalu memberikan pertolongan kepada hamba-Nya yang beriman itu. Allah Ta’ala menyatakan hal tersebut dengan firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ – محمد:47/7
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. QS:47/7.
Dengan sebab pertolongan Ilahiyah tersebut, sejak saat itu juga calon anak manusia itu akan mendapatkan perlindungan dari-Nya. Janin yang masih sangat lemah itu dimasukkan dalam benteng perlindungan-Nya yang kokoh sehingga setan jin tidak mampu lagi mengganggu untuk selama-lamanya. Allah Ta’ala telah menyatakan pula dengan firman-Nya:
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ – الحجر:15/42
Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat. QS:15/42.
Adakah kasih sayang yang melebihi kasih sayang Allah Ta’ala kepada hamba-Nya, dan Rasulullah saw. kepada umatnya? Betapa seandainya tidak ada kasih sayang itu. Seandainya kita tidak diajarkan oleh Rasulullah saw. usaha tandingan untuk menangkal bahaya besar yang tidak banyak disadarai oleh manusia itu, adakah kira-kira manusia dapat selamat dari ancaman setan jin yang sangat mengerikan itu? Sementara sepasang anak manusia sedang asyik-asyiknya dalam keadaan lupa diri, ternyata setan jin telah menyiapkan jurus-jurus ampuh. Jika seandainya tidak ada penangkal tersebut barangkali dapat dipastikan, tidak ada seorang manusiapun mampu menyelamatkan diri dari serangan jin yang mematikan itu.
Buah ibadah yang dilakukan oleh seorang laki-laki sebelum mendatangi istrinya itu disebut “Nismatul ‘ubudiyah” sedangkan kehidupan yang mendiami janin di dalam rahim seorang ibu itu disebut “Nismatul adamiyah”. Selama keberadaan nismatul adamiyah didampingi nismatul ‘ubudiyah, sampai kapanpun anak manusia tetap mendapatkan perlindungan Allah Ta’ala. Dengan perlindungan itu setan jin tidak mempunyai kekuatan untuk menguasainya, kecuali manusia sendiri terlebih dahulu merusak sistem perlindungan tersebut dengan berbuat kemaksiatan dan dosa. Akibat dosa-dosa yang dilakukan itu dengan sendirinya nismatul ‘ubudiyah akan meninggalkan nismatul adamiyah, sehingga terbuka peluang bagi setan jin untuk menguasai manusia.
Ketika persetubuhan itu tidak dilandasi dengan nuansa ibadah, tidak diniati dengan niat yang baik, hanya memperturutkan dorongan hawa nafsu belaka, lebih-lebih lagi dilaksanakan dalam kondisi masih haram, sehingga sejak proses awal kejadian anak manusia itu tidak mendapatkan nismatul ‘ubudiyah, tidak mendapatkan sistem penjagaan malaikat untuk melindungi jalan hidupnya, maka sejak masih berbentuk janin itu, anak manusia tersebut sudah terkontaminasi anasir-anasir jin. Akibatnya, sejak itu pula menjadi sangat rentan mendapatkan gangguan setan jin, baik jasmani maupun ruhaninya. Jasmaninya dalam arti sangat rentan mendapatkan berbagai macam penyakit yang penyebabnya datang dari dimensi alam jin dan ruhaninya dalam arti baik kesadaran maupun karakternya rentan mendapatkan gangguan jin. Dengan demikian itu berarti, bagian kehidupan anak manusia itu telah tergadai di dalam kekuasaan setan jin sehingga kapan saja jin dapat melaksanakan niat jahatnya. Allah Ta’ala telah menegaskan hal tersebut dengan firman-Nya:
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ – المدثر:74/38
Tiap-tiap jiwa dengan apa yang telah diperbuatnya akan tergadai. QS:74/83.
Akibat dari kesalahan tersebut, jiwa anak manusia bagaikan sudah digadaikan oleh orang tuanya kepada setan jin, maka dia membutuhkan tebusan untuk membebaskannya. Oleh karena itu, berkat rahmat-Nya yang Agung, Allah Ta’ala masih memberikan kesempatan kepada setiap orang tua untuk menebus jiwa anaknya tersebut dengan melaksanakan sunnah Rasulullah saw yang disebut Aqiqoh.
Sebagaimana pelaksanaan ibadah qurban – laki-laki dengan dua ekor kambing dan perempuan dengan satu ekor kambing – Aqiqoh juga demikian. Rasulullah saw. sebagai seorang Rasul yang “Ma’shum” atau yang sudah mendapat jaminan keselamatan dan penjagaan dari akibat kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa, beliau melaksanakan Aqiqoh untuk putra-putrinya hanya selang tujuh hari setelah hari kelahirannya. Hal itu berarti mengandung pelajaran bagi umatnya tentang demikian besarnya hikmah Aqiqoh.
Jika diambil arti secara filosofi, tujuan aqiqoh juga seperti tujuan ibadah qurban, yakni melaksanakan tebusan atau yang disebut dengan istilah Fida’. Artinya; yang semestinya Nabi Ismail as. mati kerena saat itu Nabi Ibrahim as. mendapatkan perintah untuk menyembelihnya, namun kematian itu ditebusi oleh Allah Ta’ala dengan kematian seekor binatang qurban. Sehingga sejak itu, setiap hari Raya Qurban kaum muslimin disunnahkan untuk melaksanakan qurban dengan menyembelih binatang qurban. Seperti itu pula tujuan aqiqoh yang dilakukan oleh kedua orang tua terhadap anaknya. Yakni melaksanakan penebusan barangkali di saat kedua orang tua tersebut melaksanakan kuwajiban nafkah badan ada kehilafan. Maksudnya, bagian kehidupan anak yang sudah terlanjur tergadaikan kepada setan jin akibat kesalahan yang diperbuat, orang tua itu dianjurkan melaksanakan tebusan dengan melaksanakan aqiqoh bagi anak-anaknya.
Oleh karena itu hendaknya umat Islam melaksanakan aqiqoh untuk anak-anaknya dengan sungguh-sungguh, dilaksanakan dengan ikhlas semata-mata karena Allah Ta’ala. Aqiqoh boleh dilaksanakan bersamaan pelaksanaan hajad-hajad yang lain, hal itu karena daging aqiqoh dianjurkan dibagikan dalam keadaan matang. Boleh untuk walimatul ‘ursy, atau walimatul khitan umpamanya, asal dalam pelaksanaan itu tidak dibarengi dengan niat-niat yang tidak terpuji. Aqiqoh tidak boleh dibarengi dengan niat-niat yang dapat membatalkan pahala ibadah, misalnya untuk berbuat bangga-banggaan atau untuk perbuatan riya’ dan pamer, atau perbuatan yang sifatnya mubadzdzir menurut hukum agama islam, seperti pesta-pesta perkawinan yang sifatnya hanya untuk menunjukkan status dan kehormatan duniawi, hanya untuk pamer kesombongan dan bangga-banggaan. Hal itu dilakukan agar aqiqoh yang dilaksanakan itu benar-benar mencapai target sasaran. Menjadikan kafarot atau peleburan bagi dosa-dosa dan kesalahan yang telah terlanjur dilakukan oleh kedua orang tua.
Jadi, salah satu hikmah aqiqoh adalah, disamping diniatkan untuk melaksanakan sunnah Rasul saw, juga dapat dijadikan media atau sarana bagi usaha penyembuhan orang yang telah terlanjur jiwanya tergadaikan kepada setan jin sehingga badannya dihinggapi berbagai penyakit. Aqiqoh yang dilaksanakan itu bukan dalam arti kambing yang disembelih itu kemudian dipersembahkan kepada jin yang sedang memperdaya orang yang sakit sehingga hukumnya menjadi syirik. Hal tersebut sebagaimana yang disangkah oleh sebagian kalangan yang tidak memahami ilmunya. Namun dilaksanakan semata-mata melaksanakan syari’at agama. Dengan asumsi, bahwa ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba bukan untuk kepentingan Allah Ta’ala, tetapi pasti ada kemanfaatan bagi orang yang malakukannya. Hal itu bisa terjadi, karena secara sunatullah, Allah Ta’ala sudah menetapkan bahwa setiap amal kebajikan pasti dapat menghilangkan kejelekan, asal kebajikan tersebut dilaksanakan semata-mata melaksanakan perintah-Nya. Allah Ta’ala telah menegaskan dengan firman-Nya:
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ – هود:11/114
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”. QS:11/114.
SERI MENGUAK DUNIA JIN JILID 3
Usaha Untuk Mendapatkan Perlindungan dari Gangguan Jin
Karya: MUHAMMAD LUTHFI GHOZALI
Halaman xxii + 234. Ukuran 10×15
Harga : Rp 25 000,- Diskon 30% (belum ongkos kirim)
Seseorang yang mengerjakan pekerjaan yang bersinggungan dengan dimensi jin, baik menanggulangi orang kesurupan jin ataupun usaha penyembuhan orang sakit akibat gangguan jin, orang tersebut berarti sedang berhadapan dengan kekuatan jin. Supaya pekerjaan itu tidak salah langkah dan berhasil sesuai yang diinginkan, maka tahap pertama yang harus dilakukan—sebelum mereka melakukan pekerjaan tersebut, adalah persiapan. Persiapan itu berupa mengkondisikan diri untuk bisa mendapatkan kekuatan yang didatangkan Allah SWT. kepada hamba-Nya yang disebut “sulthonul ilahiyah” atau kekuatan penolong (QS.al-Isro’(17)80). Berupa kemampuan pribadi yang dianugrahkan Allah SWT. kepada hamba-Nya sebagai buah ibadah yang dilakukan.
Dengan ‘Sulthon Ilahiyyah’ itu makhluk jin menjadi takut kepada manusia. Setelah seorang hamba mendapatkan anugrah tersebut, sebagai bekal yang utama, selanjutnya dia harus menindaklanjuti lagi dengan latihan yang terbimbing, baik dengan melaksanakan mujahadah dan riyadhoh maupun praktek menagani pasien di lapangan.
Yang dimaksud menanggulangi orang kesurupan jin adalah membebaskan kesadaran manusia dari penguasaan jin. Adapun yang dimaksud penyembuhan adalah membantu kesembuhan orang yang terkena penyakit akibat gangguan jin, seperti orang kena sihir, kena santet dan sakit akibat penyakit dimensi jin yang lainnya.
Meskipun secara qudroti jin tercipta lebih kuat daripada manusia. Jin dapat masuk tubuh manusia, sedangkan manusia, melihat saja kepada jin tidak dapat. Namun demikian, apabila manusia mampu mengkondisikan diri mendapatkan sulthon yang lebih kuat dari sulthon yang ada pada seorang jin, dengan sulthon itu berarti manusia berpotensi bisa mengalahkan jin. Apabila tidak, maka manusia akan dikalahkan oleh jin. Untuk mendapatkan ‘sulthon ilahiyah’ tersebut caranya dengan melaksanakan mujahadah di jalan Allah dan membaca wirid-wirid tertentu yang didawamkan, dengan itu manusia akan mendapatkan warid atau buah ibadah yang didatangkan di dunia. Warid-warid tersebut ada yang didatangkan dari dimensi jin dan dimensi malaikat. Pengertian warid dari dimensi malaikat adalah khoddam malaikat sedangkan warid dimensi jin adalah khoddam jin.
Ketika seseorang berjalan di jalan Allah SWT. tentunya dengan dibimbing guru ahlinya. Mereka menempuh amaliyah thoriqoh yang diyakini, baik dengan dzikir dan wirid-wirid yang didawamkan setiap hari maupun mujahadah dan riyadhoh yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu. Ketika dangan amaliyah tersebut mereka berhasil mendapatkan anugerah azaliyah yang diturunkan ke dunia. Berupa ’sulthonul Ilahiyah’ buah ibadah yang dijalani atau
yang disebut warid-warid dari dimensi malaikat. Dengan kekuatan itu makhluk jin menjadi takut kepada manusia. Itulah rahasia pertolongan Allah SWT. yang diturunkan di dunia. Bentuk konkritnya berupa kharismah yang memancar dari prilaku dan sorot wajah hamba Allah yang bertakwa.
BAB KELIMA : JALAN DAN UPAYA UNTUK MENDAPAT PERLINDUNGAN DARI GANGGUAN JIN
· JALAN PERTAMA : Hendaknya Pengabdian Dilakukan Dengan Ikhlas
· JALAN KEDUA : Seorang Hamba Yang Bersyukur
· Nikmat Penciptaan Dan Nikmat Pertolongan
· RAHASIA SUMBER INAYAH
· JALAN KETIGA : Berdzikir Dengan Dasar Takwa
BAB KEENAM : PENANGGULANGAN DAN PENYEMBUHAN AKIBAT TERKENA GANGUAN JIN
· Kekuatan Yang Mengalahkan
· Kekuatan Yang Dikalahkan
· Penanggulangan ORANG KESURUPAN JIN
· Penyembuhan Penyakit AKIBAT GANGGUAN MAKHLUK JIN
· Membentengi Diri Dari GANGGUAN MAKHLUK JIN
· BACAAN-BACAAN RUQYAH SUFIYYAH
BACAAN-BACAAN RUQYAH SUFIYAH
PENUTUP
Cuplikan MENGUAK DUNIA JIN JILID 3
Membentengi Diri dari Gangguan Jin
Bacaan ruqyah dapat digunakan sebagai sarana untuk membangun benteng perlindungan dari godaan jin, baik untuk pribadi maupun masyarakat dalam satu wilayah. Namun yang menjadi benteng perlindungan itu bukan bacaannya, melainkan ‘sirr’, atau rahasia bacaan yang disebut ‘warid’, sebagai buah ibadah yang dilakukan secara istiqomah dan ihlas. Untuk membangun benteng tersebut, baik bacaan maupun cara mengamalkannya sama, yang berbeda hanya niat dan pelaksanaan. Kalau untuk diri sendiri, berarti niatnya juga untuk diri sendiri dan dilaksanakan sendiri, kalau untuk orang banyak, niatnya juga untuk orang banyak dan dilaksanakan secara berjama’ah.
Seseorang dengan sendirian dapat membentengi suatu kaum secara komunitas asal dia mempunyai kemampuan baik ilmiyah maupun amaliyah, dengan istilah ‘istighotsah’ atau do’a bersama. Hal tersebut sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah saw. saat beliau sedang penghadapi perang Badar. Allah Ta’ala mengabadikan dengan firman-Nya yang artinya: (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan (beristighotsah) kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”. – Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan pertolongan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. QS:8/9-10.
Seseorang harus mampu membentengi dirinya terlebih dahulu sebelum membentengi orang lain, karena mustahil orang dapat membentengi orang lain sebelum mampu membentengi diri sendiri. Allah Ta’ala talah memberikan isyarat dengan firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا – التحريم:66/6
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. QS:66/6.
Sarana untuk membentengi diri dari ganguan jin itu dinyatakan juga oleh baginda Nabi saw. dalam sabdanya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: Barang siapa membaca:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
dalam sehari sebanyak seratus kali, niscaya dia mendapat pahala sebagaimana orang memerdekakan sepuluh budak. Dia juga diampunkan seratus kejahatan, dibuatkan untuknya benteng sebagai pelindung dari setan pada hari itu hingga petang hari. Tidak diganjarkan kepada orang lain lebih baik darinya kecuali orang tersebut melakukan amalan lebih banyak darinya. Manakala mereka yang berkata:
سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ
dalam sehari sebanyak seratus kali niscaya terhapuslah segala dosanya sekalipun dosanya itu banyaknya seperti buih di lautan. HR. Bukhori, Muslim, Ibnu Majah, Ahmad Ibnu Hambal dan Malik. Rodhiallahu’anhum.
Melaksanakan ‘istighotsah’ dengan sendirian untuk membentengi komunitas manusia pada wilayah tertentu, hal tersebut sudah banyak dilakukan oleh para ‘Ulama salafush-sholeh. Ruqyah seperti itu dilakukan sebelum mereka mengajak manusia untuk memeluk agama Islam. Manusia utama itu bagaikan seorang petani, sebelum menanam benih, tanah yang akan ditanami benih, digarap terlebih dahulu. Lahan yang tersedia dicangkul dan dialiri air, baru setelah tanah sudah siap tanam, bibit-bibit unggul ditanam di atasnya. Seperti itu pula yang dilakukan para ‘Ulama salafush-sholeh tersebut, namun tanah yang dimaksud bukan tanah di muka bumi melainkan tanah yang ada di dalam dada manusia. Maksudnya, sebelum mereka melaksanakan da’wah, komunitas manusia yang mau digarap itu terlebih dahulu dimujahadahi di jalan Allah, setelah hati mereka siap menerima hidayah Allah, baru ilmunya diajarkan.
Dengan cara seperti itu, banyak hati manusia mudah simpatik kepada mereka sehingga apa-apa yang mereka berikan, baik ilmu maupun amal, dapat diterima di tengah masyarakat dan membawa kemanfaatan yang hakiki. Ilmu dan amal yang mereka ajarkan tersebut mampu menjadikan manusia beriman dan bertakwa kepada Allah Ta’ala. Dalam kaitan pelaksanaan tugas mulia itu, membentengi umat dari gangguan jin merupakan hal yang mereka utamakan. Hal itu dilakukan, karena syaitan jin adalah musuh utama bagi manusia.
Adapun bacaannya, disamping dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an al-Karim dan do’a-do’a sebagaimana yang diajarkan Rasulullah saw., mereka juga menyusun wirid-wirid khusus, seperti hizib dan ratib. Dalam kaitan ini mereka itu bagaikan seorang dokter yang menerbitkan resep-resep obat, namun jika para dokter menerbitkan resep untuk mengobati penyakit jasad, para manusia pilihan itu menerbitkan resep-resep ruqyah untuk menyembuhkan penyakit secara umun, baik penyakit jasad, kesadaran maupun penyakit hati.
Resep ruqyah yang mereka ajarkan tersebut telah menunjukkan hasil yang luar biasa bahkan berhasil merubah karakter dan aqidah manusia di tanah Jawa, sejarah telah membuktikan dari tapaktilas perjuangan para Walisongo. Sebagain besar penduduk tanah Jawa yang asalnya beragama Hindu dan Budha, sekarang mayoritas menjadi Muslim yang taat. Bacaan Ratib (seperti ratibul hadad, ratibul ‘ath-thosy dll.) maupun hizib-hizib yang telah diajarkan oleh para ulama salafush-sholeh tersebut telah berhasil meruqyah penyakit manusia secara universal, baik secara individu maupun komunitas. Bahkan pembacaan Tahlil dan Yasin yang sudah dilakukan dan membudaya di masyarakat, sesungguhnya sudah mencukupi untuk kebutuhan ruqyah massal ini. Dalam mengamalkan ruqyah massal tersebut para manusia utama itu bahkan telah membimbing umatnya secara langsung dan bersama-sama mengamalkan secara berjama’ah. Ruqyah tersebut sesungguhnya telah diamalkan oleh umat islam secara berkesinambungan, sejak zaman shahabat, tabi’in dan tabii’it-tabi’in dan pengikutinya sampai sekarang, bahkan telah mengakar dan mentradisi di masyarakat terutama dari kalangan ahli sunnah wal jama’ah, hanya saja para pelaksananya tidak memahami bahwa yang diamalkan tersebut adalah ruqyah massal.
Demikianlah ‘Ulama dahulu berhasil memasukkan ajaran Islam kepada umatnya, baik faham maupun amalan dengan strategi yang santun dan jitu. Mereka tidak mengedepankan nama-nama dan atribut-atribut, juga tidak suka menganggap salah terhadap amaliah orang lain seperti yang banyak dilakukan oleh sebagian kalangan zaman sekarang. Yang penting bagaimana manusia mau minum obat dari resep yang mereka terbitkan tanpa harus menjadi terkotak-kotak akibat pengaruh nama dan atribut tersebut. Mereka tidak mengatasnamakan golongan dalam sekub kecil seperti NU atau Muhamadiyah misalnya, namun dalam golongan besar yang mampu menampung aspirasi umat islam secara keseluruhan dalam naungan panji-panji Ukhuwah Islamiyah.
Bacaan ruqyah tersebut disamping dapat digunakan untuk mengobati orang sakit baik lahir maupun batin, juga dapat dipergunakan untuk membentengi diri dari gangguan jin. Tetapi bukan ruqyah dalam arti orang yang asalnya sadar menjadi tidak sadar, akan tetapi orang yang tidak sadar menjadi sadar. Bukan orang yang asalnya sehat menjadi kesurupan jin tetapi yang kesurupan jin menjadi sehat. Bacaan ruqyah tersebut jika dilaksanakan secara istiqomah, terbimbing dan semata-mata sebagai bentuk ibadah yang ihlas, maka pembacanya akan mendapat perlindungan dari Allah Ta’ala berupa penjagaan tentara malaikat yang diturunkan dari langit. Dengan penjagaan malaikat itu jin takut kepada manusia. Sungguh benar Allah dengan segala firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ(30) نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ – فصلت:41/30-31
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. – Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. QS:41/30-31.
Berikut ini bacaan do’a yang disusun oleh al ‘Arif billah, al Habib Ali Bin Muhammad bin Husen al Habsyi. r.a yang tertulis dalam kitab ‘Futuhatul Ilahiyat’. Beliau adalah penyusun kitab maulid ‘Situd Duror’ yang sangat terkenal dan sekarang ini telah diamalkan oleh banyak orang di seluruh belahan dunia. Dengan kitab Maulid tersebut, terbukti beliau mampu membangun komunitas Muslim yang berskala dunia dalam naungan panji-panji Ukhuwah Islamiyah. Semoga Allah memberi keridoan untuk beliau beserta anak cucunya dan keberkahan untuk kita semua. Bacaan do’a tersebut sebagai berikut:
اَللّهُمَّّ اجْعَلْنَا سَالِمًا فِى دِيْنِنَا وَجَسَدِنَا وَقَلْبِنَا وَفِعْلِنَا وَقَوْلِنَا وَنِيَّتِنَا وَوُجْهَتِنَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم ِ . وَاقْصُرْهُ عَنَّا وَعَنْ مَنْ أَحَبَّنَا قَصْرًا لاَيَخْطُرُلَهُ عَلَى بَالٍ . وَأَدْخِلْنَا فِى دَائِرَةِ وِقَايَتِكَ مِنْهُ الشَّاهِدَةِ لَهَا آَيَةٌ ( إِنَّ عِبَادِىْ لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ ) فَاجْعَلْنَا يَا رَبِّ مِنْ عِبَادِكَ الَّذِيْنَ لَيْسَ لَهُ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ , وَجَنِّبْنَا الْهَوَى الْمُرْدِى , وَاجْعَلْنَا نُفُوْسَنَا فِى النُّفُوْسِ الْمُطْمَئِنَّةِ الرَّاضِيَةِ الْمَرْضِيَّةِ الْكَامِلَةِ . يَا مُجِيْبَ الدَّاعِى وَيَا مُغِيْثَ الْمُسْتَغِيْثِ وَيَا رَاحِمَ الضَّعِيْفِ أَجِبْ دَعْوَاتِنَا وَعَجِّلْ بِقَضَاءِ حَاجَاتِنَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ